Dari Abu Laila al-Ghifari dari Nabi Saw yang bersabda, “Sepeninggalku akan ada fitnah. Jika itu terjadi, maka berpeganglah kepada Ali, karena dialah al-Faruq antara kebenaran dan kebatilan"

Rabu, 29 Mei 2024

Siapakah Abdullah bin Saba’?

 


Saat kita membahas mazhab Syiah, maka ada satu ihwal yang tak bisa kita pisahkan darinya. Iya, ihwal itu tentang sosok Abdullah bin Saba’. Bagi kelompok yang memiliki silang pendapat dengan Syiah, mereka meyakini sosok ini sebagai pencetus Syiah.

 

Bagi sebagian orang yang asing dengan sosok ini, mungkin muncul  sebuah tanda tanya di dalam benaknya, siapakah sejatinya Abdullah bin Saba’ dan apakah benar Syiah dicetus olehnya? 

Sebelum membahas lebih lanjut, apakah ia benar-benar pendiri mazhab Syiah atau bukan, maka ada baiknya jika kita mengenal kepribadian Abdullah bin Saba’ terlebih dahulu.

 

Orang yang kali pertama menyinggung namanya adalah seorang ahli sejarah bermazhab Ahlus Sunnah sekaligus penulis kitab Tarikh at-Tabari, ialah Muhammad Jurair at-Tabari. Konon, Abdullah bin Saba’ adalah seorang Yahudi yang hidup di awal-awal Islam di San’a, Yaman.

 

Tabari menyebutkan, bahwa Abdullah bin Saba’ memeluk Islam di masa Khalifah Ustman. Di masa itu, ia dikenal sebagai pribadi yang menyulut api fitnah dan provokator untuk membunuh Khalifah Utsman, lantaran ia meyakini kalau Khalifah sebelumnya tidak memiliki hak untuk menjadi Khalifah setelah Rasul Saw secara langsung.

 

Lebih dari itu, Abdullah bin Saba’ adalah sosok yang menuhankan Sayyidina Ali, sementara ia mengkalaim dirinya sebagai Rasulnya. Karenanya, tak sedikit ulama Sunni yang berpandangan jika  ia adalah penyebab terbunuhnya Khalifah Utsman. Dari situ pula, ia diyakini sebagai pendiri mazhab Syiah.

 

Tak dimungkiri, atas keyakinannya menuhankan Sayyidina Ali menyebabkan terjadinya pelaknatan terhadap para Imam Syiah. Ulama Syiah, seperti Allamah Thaba’thaba’i, Allamah Askari, dan dan Doktor Toha Husain berkeyakinan jika wujud asli Abdullah bin Saba’ tidak ada di dunia. Artinya, ia hanyalah tokoh fiktif yang dibuat-buat.

 

Selain itu, mereka juga menekankan, bahwa tak ada hubungannya antara tokoh fiktif dengan mazhab Syiah. Lagi pula, jika kita renungkan, seandainya ia adalah pendiri mazhab Syiah, maka ia akan selalu disanjung oleh orang Syiah itu sendiri dan memiliki peran yang banyak juga menjadi tokoh yang selalu dibicarakan dan dikenang sepanjang masa. Namun, kenyataanya, namanya tenggelam. Namanya akan naik ke permukaan hanya di saat dimanfaatkan untuk menyudutkan Syiah oleh kelompok tertentu.

 

Seperti yang sudah penulis singgung, bahwa orang yang pertama kali mencatut nama Abdullah bin Saba’ adalah Syekh Thabari di dalam buku sejarahnya, Tarikh Thabari. Lalu, Tabari menukil semua tentang Abdullah bin Saba’ dari seorang ahli sejarah, bernama Saef Umar at-Tamimi.

 

Saef bin Umar at-Tamimi adalah seorang perawi dan pencatat semua sejarah dan kejadian yang terjadi di zaman itu. Maka, tak heran bila karya tulisnya dijadikan rujukan oleh Thabari. Namun di sisi lain, di tengah ahli hadist, ia dikenal sebagai pribadi yang membuat (baca: mengarang) hadist.

 

Terkait hal ini, penulis hadirkan beberapa saksi dari para ahli hadist tentang kepribadian Saef bin Umar At-Tamimi, yang penulis kutip dari kitab Mizanul I’tidal karangan Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad Utsman Ad-Dzahabi, seperti yang ada di bawah ini.

 

قال عباس, عن يحي, ضعيف. وروي مطين, عن يحي : فليس خير منه. قال ابو داوود: ليس بشيئ. و قال ابو حاتم: متروك. وقال ابن حبان : اتّهم بالزنقة.        

 

Telah berkata Abbas, dari Yahya, “Saef bin Umar At-Tamimi lemah.” Diriwayatkan oleh Muttin, dari Yahya, “Tidak ada kebaikan di dalam dirinya.” Abu Dawud berkata, “Tidak ada sesuatu di dalam dirinya.” Lalu Abu Khatim berkata, “Ia tertinggal.” Abu Hubban berkata, “Ia adalah orang zindik.” ….    [1]



Dari sini, kita sedikit tahu tentang siapa itu Abdullah bin Saba’ dan juga tahu beberapa alasan kenapa ia disebut sebagai pendiri mazhab Syiah oleh ulama yang kontra terhadap Syiah, serta posisinya sebagai tokoh fiktif yang dibuat oleh Saef bin Umar at-Tamimi. Untuk lebih lengkap terkait dengan Abdullah bin Saba’, insya Allah akan diulas pada pembahasan berikutnya.


[1] Mizanul I’tidal, Ad-Dzahabi, hal. 255. Juz 2, penerbit Darul Fikr.

 

Sumber: https://muslimmenjawab.com


Senin, 27 Mei 2024

Periode Kehidupan Imam Mahdi (1)

 


Periode pertama, kehidupan Imam Mahdi as sejak kelahiran beliau tahun 255 H sampai dengan 260 H, berada dalam naungan ayahanda beliau, Imam Hasan Al-Asykari as sampai wafatnya.

 

Periode kedua, sejak kewafatan ayahanda beliau Imam Hasan Asykari as tahun 260 H, hingga berakhirnya masa keghaiban pendek tahun 329 H, yang berlangsung selama 70 tahun.

 

Periode ketiga, adalah masa keghaiban panjang, yang dimulai sejak berakhirnya keghaiban pendek, setelah meninggalnya wakil beliau yang keempat. Periode ini berlangsung sampai kemunculan beliau yang akan membangun kondisi politik dan sosial yang baru.

 

Periode keempat, adalah periode kehidupan beliau mulai kemunculan beliau setelah berakhirnya keghaiban panjang dan ini adalah janji pemerintahan mahdawiyah yang mendunia, sebagaimana dikhabarkan dalam nash-nash al-Quran dan sunnah.

 

PERIODE PERTAMA

 

Imam Mahdi Dalam Naungan Ayahandanya

 

Sebelum kelahiran Imam Mahdi afs, ayahanda beliau, Imam Ahlul Bait ke-11, Imam Hasan Asykari as sengaja menyembunyikan kelahiran puteranya dari masyarakat umum, karena kondisi sulit yang dihadapi akibat upaya penguasa Bani Abbasiyah yang berusaha untuk membunuh Imam Mahdi afs.

 

Berulangkali Imam as mengingatkan orang-orang terdekat dari kalangan keluarga dan pengikut setianya untuk merahasiakan hal itu. Seperti contoh saat Imam as memberitahukan Ahmad bin Ishaq, beliau berkata:

 

"Seorang bayi telah lahir dari keluarga kami, hal ini hendaknya menjadi rahasia bagi dirimu dan tersembunyi bagi seluruh manusia". (Kamal 'addin hlm. 431).

 

Akan tetapi, dalam tekanan dan kondisi mencekam dari incaran mata-mata Bani Abbasiyah, Imam as harus juga memeritahukan dan mengabarkan kelahiran putranya, Al-Mahdi agar tidak terjadi keraguan akan kelahiran dan keberadaannya serta imamah Al-Mahdi kelak di masa mendatang.

 

Dengan demikian dibutuhkan saksi-saksi untuk hal ini, sehingga mereka mengetahui dan dapat menukil kesaksian mereka di masa mendatang, tercatat dalam sejarah untuk generasi berikutnya.

 

Mulailah Imam Hasan Asykari as memberitahukan sejumlah orang dari sahabat-sahabat setianya mengenai masalah tersebut. (Kamal 'uddin hal 431, Kitab Ma'adin al-Hikmah fi Makatib al-Aimmah karya Muhammad bin Faidh Kasyani jilid 2 hlm. 375).

 

Imam Hasan Asykari as memberitahukan kelahiran itu setelah tiga hari. (Kamal'uddin hlm. 431). Beliau as menyampaikan kepada 40 orang sahabat khususnya dan membiarkan mereka mengabarkannya setelah berlalu beberapa tahun dan Imam Mahdi as saat itu masih kecil.

 

Imam Hasan as memberitahukan mereka bahwa anak kecil itu adalah "Imam" setelah beliau as. (Al-Ghaybah, Syekh Thusi hlm. 21, Itsbat al-Hadat, Hurr Amili hlm. 415, Yanabi 'al- Mawaddah, Hafizh Sulaiman al-Hanafi hlm. 460).

 

Begitu juga ketika menyampaikannya secara pribadi pada sebagian sahabatnya dan sewaktu-waktu beliau memperlihatkan kepada mereka ‘karamah’ Imam Mahdi as sehingga membuat mereka yakin akan keberadaan beliau as. (Kitab Al-Ghaybah tentang Hadist-Hadist yang menyebutkan orang-orang yang menyaksikan Imam Mahdi as di masa ayahandanya).

 

Imam Hasan Asykari as, dalam melaksanakan tugasnya sebagai imam, juga tetap menjaga agar bayi ini tetap selamat dari incaran penguasa.

 

Tugas lain Imam as juga adalah mempersiapkan keghaiban putranya al-Mahdi as dan membiasakan orang-orang Mukmin berinteraksi secara tidak langsung dengan Imam yang ghaib.

 

Untuk itu, Imam as memberitahukan mereka mengenai keghaiban Al-Mahdi as dan memerintahkan mereka untuk merujuk kepada wakil-wakil Imam Mahdi as untuk umum, yaitu Usman bin Said.

 

Pernyataan Imam Hasan as kepada sekelompok sahabatnya tentang Imam Mahdi as yang masih kecil:

 

"Inilah imam kalian setelahku dan dia adalah khalifahku atas kalian. Taatilah dia dan janganlah kalian bercerai-berai sepeninggalku, maka kalian celaka dalam agama kalian".

 

"Ketahuilah bahwa kalian kelak tidak akan melihatnya setelah hari ini hingga sempurna umurnya. Terimalah dari Usman, apa yang disampaikannya, turuti perintahnya, terimalah ucapannya, karena dia adalah "wakil imam" kalian, dan seluruh urusan kembali kepadanya". (Al-Ghaybah, Syekh Thusi hlm. 217).

 

Untuk membiasakan orang-orang mukmin dalam menghadapi masa keghaiban Imam Mahdi as, Imam Hasan as mulai menggunakan metode di balik tirai dalam berinteraksi dengan pengikutnya, baik yang khusus ataupun umum.

 

Hal demikian juga sudah dilakukan oleh ayah-ayah beliau sebelumnya sebagai mukadimah menghadapi keghaiban Imam Zaman Al-Mahdi as, sehingga para pengikut mereka sudah menjadi terbiasa dalam menghadapi kondisi tersebut dan mereka tidak mengingkari keghaiban. (Itsbat al-Wasyi'ah karya Mas'udi hlm. 262).

 

Dari tindakan-tindakan tersebut, lalu terbentuk satu sistem perwakilan dari Imam dan penguatan terhadap kitab-kitab hadist yang dikumpulkan sahabat Imam dari periwayatan- periwayatan mereka dari para Imam dan dari Rasulullah Saw, dan agar orang-orang mukmin merujuk pada kitab-kitab hadist tersebut dan periwayatan-periwayatan itu di masa keghaiban. (Rujuk Rijal al-Kasyi hlm. 481 dan 451, Rijal Abu Dawud hlm. 272-273, Wasail asy-Syiah jilid 17 hlm. 72, Falah as-Sail karya Sayid Ibnu Tawus hlm. 183).

 

Sistem perwakilan yang diterapkan oleh Imam as ini menjadi dasar munculnya sistem "marja'iyah" pada masa keghaiban Imam Mahdi afs sebagaimana yang berlaku di masa kini.

 

Kehadiran Imam Mahdi as Saat Ayahnya Wafat

 

Hadist dari Syekh Shaduq dalam Ikmaluddin dan Syekh Thusi dalam Al-Ghaybah bahwa Imam Mahdi afs hadir pada saat ayahnya wafat.

 

Syekh Shaduq meriwayatkan dari Muhammad bin Husain bin Ibad, dia berkata:

 

"Abu Muhammad Hasan bin Ali (Imam Hasan Asykari as) meninggal pada hari Jum’at saat shalat subuh. Pada malam harinya, ia banyak menulis surat yang ditujukan ke Madinah".

 

"Peristiwa ini terjadi pada bulan Rabiul Awwal pada tanggal 8 tahun 260 H. Ketika itu ia tidak dihadiri kecuali oleh Shaqail Jariah dan Uqaid Khadim serta seorang yang mengenal Allah Swt selain kedua orang tersebut …" (Ikmaluddin hlm. 474).

 

Syekh Thusi menukil riwayat yang lebih rinci, beliau berkata:

 

"Ismail bin Ali berkata, "Aku menjumpai Abu Muhammad Hasan bin Ali as saat sakit yang menyebabkan kematiannya. Aku berada di sisinya saat ia berkata pada pembantunya Uqaid (dia pembantu berkulit hitam yang telah membantu ayahnya, Imam Ali bin Muhammad al-Hadi as) dan ia adalah orang yang merawat Imam Hasan as".

 

Imam Hasan as berkata, "Wahai Uqaid, tuangkan untukku air". Maka diambilkan baginya air. Kemudian Saqail Jariah berada di belakangnya dengan membawa tempat air di tangannya.

 

Tempat air itu diminumkan kepada Imam as sementara tangannya gemetar sampai-sampai tempat air itu menyentuh gigi beliau. Kemudian dia letakkan, Imam berkata kepada Uqaid, "Masuklah ke dalam rumah, kau akan melihat seorang anak kecil yang sedang bersujud dan bawalah dia kepadaku".

 

Abu Sahl berkata, "Uqaid berujar, "Aku masuk mencari dan aku lihat anak kecil yang sedang bersujud mengangkat jemarinya ke langit, dan aku mengucapkan salam kepadanya". Ketika selesai shalat, aku berkata, "Sesungguhnya tuanku menyuruhmu untuk keluar menjumpainya".

 

Kemudian ibu Saqail datang dan membawanya kepada ayahnya, Imam Hasan as.

 

Abu Sahl berkata, "Ketika anak kecil tersebut berada di hadapannya, mengucapkan salam. Kulit anak tersebut berwarna cerah, rambutnya agak keriting dan giginya agak renggang".

 

"Ketika Imam Hasan as melihatnya, ia menangis dan berkata:

 

"Wahai pemimpin Ahlul Baitnya, tuangkan kepadaku air, sesungguhnya aku hendak pergi menuju Tuhanku".

 

"Kemudian anak itu mengambil tempat air yang tertutup dengan kedua tangannya. Lalu menggerakkan bibirnya dan menuangkannya".

 

"Ketika Imam Hasan as meminumnya, lalu berkata, "Persiapkanlah aku untuk shalat". Kemudian anak kecil itu mengambil sebuah handuk di dalam kamarnya lalu mewudhukannya satu demi satu, mengusap kepalanya, dan kedua kakinya".

 

Abu Muhammad Hasan Asykari as berkata kepadanya, "Berilah khabar gembira wahai anakku, engkau adalah "Shahib az-Zaman", engkau adalah Al-Mahdi, engkau adalah "hujjah Allah" di atas muka bumi ini, engkau adalah anakku dan washiku, engkau terlahir dariku dan kau adalah Muhammad bin Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib".

 

"Rasulullah menjadikanmu sebagai putranya dan kau adalah Imam terakhir dari para Imam yang suci, Rasulullah Saw telah membawa berita gembira mengenaimu, beliau yang memberi namamu dan menjulukimu seperti itu".

 

"Ayahku telah berjanji kepadaku dari ayah-ayahnya yang suci, salawat dan salam Allah tertuju pada Ahlul Bait, sesungguhnya Tuhanku Maha Terpuji dan Maha Mulia". Kemudian Imam Hasan Asykari as pun meninggal, salam sejahtera bagi mereka seluruhnya". (Al-Ghaybah, Syekh Thusi, hlm. 165).



Sejarah Kelahiran Imam Mahdi: Mengapa Imam Mahdi Dighaibkan oleh Allah Swt?

 

 

Nama-nama 12 Imam penerus dan penjaga risalah Allah Swt yang ditetapkan Allah melalui wasiat Rasulullah Saw secara berurutan adalah:


1.      Ali bin Abi Thalib as (syahid 40 H)

2.      Hasan bin Ali as (syahid 49 H)

3.      Husein bin Ali as (syahid 61H)

4.      Ali bin Husein Zainal Abidin as-Sajjad as (syahid 95 H)

5.      Muhammad bin Ali al-Baqir as (syahid 114 H)

6.      Ja'far bin Muhammad ash-Shadiq as (syahid 148 H)

7.      Musa bin Ja'far al-Khazim as (syahid 183 H)

8.      Ali bin Musa ar-Ridha as (syahid 203 H)

9.      Muhammad bin Ali al-Jawad as (syahid 230 H)

10.  Ali bin Muhammad al-Hadi as (syahid 254 H)

11.  Hasan bin Ali al-Asykari as (syahid 260 H)

12. Muhammad bin Hasan al-Mahdi afs (dighaibkan oleh Allah Swt 260 H sampai waktu yang ditentukan Allah)

 

Imam Muhammad bin Hasan Al-Mahdi afs adalah Imam terakhir dari 12 Imam Ahlul Bait Nabi Saw. Beliau adalah Imam Akhir Zaman yang ditunggu-tunggu kemunculannya oleh pengikut Syiah Ahlul Bait Nabi Saw dari keghaibannya yang panjang.


Untuk mengetahui mengapa Allah Swt mengghaibkan hujjah-Nya dari manusia, kita harus menelusuri mulai dari kehidupan ayahandanya yaitu Imam Hasan al-Asykari, Imam Ahlul Bait ke-11.


Imam Hasan bin Ali al-Asykari as wafat hari Jum’at 8 Rabiul Awal 260 H, dalam usia 28 tahun. Beliau dimakamkan di rumahnya yang juga menjadi lokasi pemakaman ayahanda beliau Imam Ali bin Muhammad al-Hadi as (Imam Ahlul Bait ke 10) di Samara, Irak.


Al-Mahdi as dilahirkan pada malam Jum’at 15 Sya'ban tahun 255 H, di dalam kamar bawah tanah rumah mereka di Samara. Menurut riwayat yang masyhur ibunda beliau adalah Nargis.


Imam Hasan Asykari as merahasiakan kelahiran dan perkara putranya ini karena tuntutan situasi dan kondisi sulit zaman itu, karena hebatnya upaya pihak penguasa Bani Abbasiyah mencari putranya untuk dibunuh, karena merasa terancam dengan kelahiran sang Juru Selamat Akhir Zaman.

 

Pihak penguasa Bani Abasiyyah melakukan upaya serius mencari putranya, dikarenakan informasi yang beredar di kalangan pengikut Syiah Imamiyah tentang putra Imam Hasan al-Asykari as yang ditunggu-tunggu mereka sebagai Imam Zaman.

 

Imam Hasan Asykari as tidak ingin putranya dikenal oleh masyarakat pada masa hayatnya, karena akan membahayakan jiwanya. Setelah kewafatan Imam Hasan al-Asykari as, orang banyakpun masih saja belum tahu tentang keberadaan putranya.

 

Banyak riwayat yang menjelaskan bahwa kelahiran Al-Mahdi putra Imam Hasan Asykari akan terjadi dengan tersembunyi dan penuh kerahasiaan. Sebagaimana kelahiran Nabi Musa as yang luput dari pengawasan Fir'aun. Kerahasiaan kelahiran Imam Mahdi as adalah untuk menjaga beliau agar mampu menjalankan misinya di masa datang.

 

Riwayat yang disampaikan oleh Syekh Shaduq dalam kitab Kamaluddin (hlm. 315) dan dalam kitab Kifayat al-Atsar karya Khazaz (hlm. 317), yang disandarkan pada hadis Imam Hasan bin Ali bin Abi Thalib as yang berkata:

 

"Tidakkah kalian mengetahui bahwa tidak seorangpun dari kami hidup kecuali leher kami diancam untuk berbaiat kepada penguasa zamannya, kecuali Al-Qaim (Al-Mahdi), yang Isa putra Maryam nanti akan shalat di belakangnya?"


"Sesungguhnya Allah Swt menyembunyikan kelahirannya dan mengghaibkan dirinya agar tidak ada ancaman berbai'at pada lehernya saat muncul".

 

"Dia adalah keturunan yang ke-9 dari saudaraku Husain, putra pemimpin para wanita. Allah memanjangkan umurnya pada masa keghaibannya. Kemudian Allah memunculkannya dengan kekuasaan-Nya".

 

Syekh Saduq juga meriwayatkan hadis dari jalur Imam Ali bin Abi Thalib as yang berkata:

 

"Sesungguhnya Al-Qaim dari keluarga kami, jika dia muncul tidak ada ancaman pada lehernya untuk berbai'at pada seorangpun. Oleh karena itu, kelahirannya dirahasiakan dan dirinya dighaibkan". (Kitab Kamaluddin hlm. 303).

 

Hadis dari jalur Imam Husain as yang berkata:

 

"Terjadi pada putra (generasi) kesembilan dari keturunanku, peristiwa Nabi Yusuf, peristiwa Nabi Musa bin Imran, ia adalah Al-Qaim dari Ahlul Bait. Allah mengatur urusannya dalam satu malam saja". (Kitab Kamaluddin hlm. 321-322).

 

Dalam Kitab Al-Kafi, Kulaini meriwayatkan hadis dengan sanad dari Imam Baqir as yang berkata:

 

"Perhatikanlah, seseorang yang kelahirannya disembunyikan dari pandangan mata manusia. Dialah pemimpin kalian. Sesungguhnya tidak seorangpun dari kami yang ditunjuk dengan jari dan disebut dengan lidah kecuali meninggal dengan kondisi diracun atau dibunuh". (Kitab Kamaluddin hal 316).

 

Mengapa kelahiran Imam Mahdi as dirahasiakan, merupakan salah satu tanda yang amat jelas untuk membedakan sosok Imam Mahdi yang dijanjikan yang merupakan putra Fatimah yang diberitakan dalam hadis-hadis nabawiyah. Hal ini merupakan salah satu tujuan penting untuk mengenalkan kepada umat Islam, salah satu tanda untuk menyingkap ketidakbenaran para pengklaim kemahdian sebagaimana banyak kita saksikan dalam sejarah Islam.

 

Tidak ada satupun dari hadis-hadis nabawiyah tersebut yang dapat diterapkan kepada para pengklaim karena tidak adanya tanda-tanda ini pada mereka.

 

“Tidak ada seorang pun dari mereka para pengklaim kemahdian yang kelahirannya dirahasiakan sebagaimana yang ditetapkan dalam sejarah.” (Dr. Muhammad Mahdi Khan, dalam kitabnya Bab al-Abwab).

 

Dari pembahasan di atas, kita bisa lihat adanya upaya-upaya keji yang terus dilakukan oleh para penguasa baik Bani Umayah ataupun penerusnya Bani Abbasiyah yang berupaya membunuh para Imam Ahlul Bait as untuk memutus mata rantai "Imamah" demi mencegah munculnya Imam Mahdi yang dijanjikan.

 

Upaya-upaya itu dilakukan sampai ke dalam lingkaran dalam keluarga Imam Hasan Asykari as dengan mengutus agen wanita mengawasi kelahiran Imam Mahdi as untuk membunuhnya.

 

Karena itu Imam Hasan Asykari tidak menikah secara resmi sebagaimana budaya yang berlaku pada masa itu.

 

Imam Hasan Asykari as berkata bahwa penguasa Bani Abbasiyah memenjarakan beliau dan berusaha menghabisinya beberapa kali sebagaimana yang mereka lakukan pada ayah-ayah beliau. (Kitab Hayat al-Imam Asykari karya Syekh Thabarsi, hlm. 421-424).

 

Imam Hasan Asykari as menyebutkan sebab-sebab permusuhan yang ditujukan kepada para Imam as sebagaimana diriwayatkan dari beliau oleh seorang ulama yang hidup sezaman dengan beliau as yaitu Syekh Fadhl bin Syadzan, yang berkata:

 

"Abdullah bin Husain bin Sa'ad al-Khatib meriwayatkan kepada kami, dia berkata, "Abu Muhammad al-Imam Hasan Askari berkata: "Bani Umayah dan Bani Abbas meletakkan pedang-pedang mereka pada kami karena dua sebab:

 

Pertama, "Mereka mengetahui bahwa mereka tidak memiliki hak atas khilafah, maka mereka takut oleh pengakuan kami atas khilafah, dan takut kalau kekhalifahan tetap berada pada pusatnya".

 

Kedua, "Mereka mengetahui dari sumber-sumber mutawatir mengenai kehancuran kedzaliman dan kesewenang-wenangan melalui tangan Al-Qaim (Al-Mahdi) dari keluarga kami. Mereka tidak ragu bahwa sesungguhnya mereka termasuk orang-orang dzalim, berbuat sewenang-wenang".

 

"Mereka berupaya membunuh Ahlul Bait Rasulullah Saw dan memutus garis keturunannya agar mereka dapat mencegah kelahiran Al-Qaim as atau membunuhnya. Maka, Allah Swt enggan untuk menyingkap urusan pada salah seorang di antara mereka, kecuali Allah Swt menyempurnakannya meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya". (Itsbat al-Hudat karya Hurr al-Amini jil 3 hlm. 570, Muntakhab al-Atsar, Syekh Luthfullah Shafi bab 359 hadis ke 34 dari Kasyf al-Haqq karya Khatun Abadi, dll).

 

Karena kelahiran Imam Mahdi afs (Imam ke-12) yang sangat dirahasiakan oleh orang tua beliau afs, membuat musuh-musuh Ahlul Bait as tidak bisa menemukannya, sehingga mereka menuduh bahwa Imam Hasan Asykari as "mandul", tidak mempunyai anak. Inilah fitnah-fitnah yang dilontarkan oleh para musuh dan pembenci Ahlul Bait Nabi Saw sampai sekarang.

 

Kami kutipkan hadis-hadis dari Imam Hasan Asykari as (Imam ke-11) dan Imam Ali al-Hadi as (Imam ke-10), dan para Imam lain tentang Imam Mahdi afs untuk menepis fitnah bahwa Imam Hasan Asykari as "mandul" tidak mempunyai anak:

 

Hadist ke-1:

 

Abul Qasim Ja'far bin Muhammad meriwayatkan dari Muhammad bin Ya'qub dari Ali bin Muhammad dari al-Husain bin Muhammad dari Mu'alla bin Muhammad dari Ahmad bin Muhammad bin Abdullah yang berkata:

 

"Datang maklumat dari Abu Muhammad (al-Hasan al-Askari as) ketika az-Zubairi (Al-Muhtadi), laknat Allah atasnya, terbunuh: "Inilah balasan bagi orang yang kurang ajar kepada Allah Swt dengan berlaku buruk terhadap para wali-Nya. Dia berikrar mau membunuhku dan menyatakan bahwa aku tidak berketurunan. Bagaimana sekarang dia melihat kuasa Allah berkenaan dengan putra itu?"

 

(Ahmad) bin Muhammad bin Abdullah menambahkan:

 

"Dan dia pun mendapatkan seorang keturunan laki-laki". (Al-Kafi I, 429 riwayat no. 5).

 

Hadist ke-2:

 

Abul Qasim Ja'far bin Muhammad meriwayatkan dari Muhammad bin Ya'qub dari Ali bin Muhammad dari mereka yang meriwayatkannya dari Muhammad bin Ahmad al-Alawi dari Daud bin al-Qasim al-Ja'fari (Abu Hasyim) yang mengatakan:

 

"Aku (Daud bin al-Qasim al-Ja'fari) mendengar Abul Hasan Ali bin Muhammad Al-Hadi as berkata:

 

"Imam sepeninggalku adalah Al-Hasan. Tetapi apa yang terjadi pada engkau berkenaan dengan Imam setelah Imam sepeninggalku?" (Maksud Imam Ali Hadi as adalah Imam setelah Imam Hasan Askari as yaitu Imam Mahdi afs).

Daud bin al-Qasim bertanya, "Semoga saja Allah menjadikan aku bisa berkorban demi Anda, kenapa?"

 

"Engkau tidak akan bertemu atau melihat dirinya". Ucap Imam Ali Hadi as, "Juga engkau tidak akan dibolehkan menyebut namanya".

 

"Lalu bagaimana kami menyebutnya?" Tanya Daud.

 

Imam menjawab, "Sebut saja "hujjah dari keluarga Muhammad". (Al-Kafi I, 328 riwayat no 13).

 

Hadist ke-3:

 

Abul Qasim Ja'far bin Muhammad meriwayatkan dari Muhammad bin Ya'qub dari Ali bin Muhammad dari Ja'far bin Muhammad al-Kufi dari Ja'far bin Muhammad al-Makfuf dari Amr al-Ahwazi yang menyebutkan:

 

"Abu Muhammad al-Hasan al-Askari as memperlihatkan kepadaku putranya dan berkata, "Inilah Imam (pemimpin) engkau sepeninggalku". (Al-Kafi I, 328 riwayat no. 3).

 

Hadist ke-4:

 

Abul Qasim Ja'far bin Muhammad meriwayatkan dari Muhammad bin Ya'qub dari Abu Ali al-Asy'ari dari al-Hasan bin Ubaidillah dari al-Hasan bin Musa al-Khasysyab dari Ali bin Suma'a dari Ali bin al-Hasan bin Ribath dari Ibn Udzainah dari Zurarah, yang berkata:

 

"Aku (Zurarah) mendengar Abu Ja'far (al-Baqir as) berkata, "Dua belas Imam dari keluarga Muhammad, semuanya mendapat pesan dari malaikat. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib dan 11 keturunannya". (Al-Kafi I, 533 riwayat no 14).

 

Hadist ke-5:

 

Abu Qasim meriwayatkan dari Muhammad bin Ya'qub dari Ali bin Ibrahim dari ayahnya (Ibrahim bin Hasyim) dari Ibnu Abi Umair dari Said bin Ghazwan dari Abu Bashir dari Abu Ja'far (al-Baqir as) yang berkata:

 

"Setelah al-Husain ada sembilan Imam, dan Imam ke sembilan merupakan Imam yang mengemban posisi sebagai Imam Zaman". (Al-Kafi I, 533, riwayat no. 15).

 

Hadist ke-6:

 

Abul Qasim Ja'far bin Muhammad meriwayatkan dari Muhammad bin Ya'qub dari Al-Husain bin Muhammad dari Mu'alla bin Muhammad dari Wasysya' dari Aban dari Zurarah yang mengatakan:

 

"Aku (Zurarah) mendengar Abu Ja'far (Al-Baqir as) berkata:

 

"Ada 12 Imam. Diantaranya adalah Al-Hasan dan Al-Husain. Kemudian dari keturunan Al-Husain lahir Imam-imam". (Al-Kafi I, 533 riwayat no. 16).

 

Hadist ke-7:

 

Abul Qasim Ja'far bin Muhammad meriwayatkan dari Muhammad bin Ya'qub al-Kulaini dari Ali bin Ibrahim dari Muhammad bin Isa dari Muhammad bin Al-Fadhl dari Abu Hamzah ats-Tsumali dari Abu Ja'far (al-Baqir as).

 

“Dia (Al-Baqir as) berkata, "Allah Swt mengutus Muhammad Saw untuk bangsa jin dan umat manusia. Sepeninggal Muhammad Saw, Dia mengutus 12 wakil pemegang otoritas (washi)".

 

"Sebagian sudah menjalankan tugas, dan sebagian lagi belum. Untuk setiap washi ada persiapannya. Para washi yang mengemban tugas sepeninggal Muhammad Saw sama dengan sistem yang dibangun Nabi Isa as".

 

"Para wakil Isa as ada 12 orang. Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thalib as) adalah washi pertama sepeninggal Muhammad dalam versi sistem yang dibangun oleh Nabi Isa as". (Al-Kafi I, 532 riwayat no. 10).

 

Hadist ke-8:

 

Abul Qasim Ja'far bin Muhammad meriwayatkan dari Muhammad bin Ya'qub dari Muhammad bin Yahya dari Ahmad bin Muhammad bin Isa, Muhammad bin Abdullah, Muhammad bin Husain yang kesemuanya bersumber dari Sahl bin Ziyad dari Al-Hasan bin Al-Abbas dari Abu Ja'far kedua (Muhammad al-Jawad as) dari ayahnya dari Amirul Mukminin as yang berkata:

 

"Rasulullah Saw berkata kepada sahabat-sahabatnya, "Imanilah malam keputusan (Lailat al-Qadr). Pada malam itu turun perintah tentang sistem religius (sunnah), dan karena perintah itu maka sepeninggalku ada sahabat-sahabat Allah (wulat), Ali bin Abi Thalib dan sebelas keturunannya".

 

Dengan sanad yang sama, Amirul Mukminin as berkata kepada Ibnu Abbas:

 

"Malam keputusan berkenaan dengan setiap sistem religius (sunnah). Pada malam itu perintah tentang sistem religius (sunnah) turun, dan karena perintah itu, maka sepeninggal Rasulullah Saw ada sahabat-sahabat Allah (wulat)".

 

"Siapa mereka itu?" tanya Ibnu Abbas.

 

"Aku dan sebelas keturunanku, Imam-imam yang mendapat pesan dari malaikat," jawab Amirul Mukminin as.

 

Hadist ke-9:

 

Abu Qasim Ja'far bin Muhammad meriwayatkan dari Muhammad bin Ya'qub dari Muhammad bin Yahya dari Muhammad bin al-Hasan dari Ibnu Mahbub dari Abul Jarud dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali as (Al-Baqir as) dari Jabir bin Abdullah al-Anshari yang berkata:

 

"Aku (Jabir bin Abdullah) berkunjung kepada Fatimah binti Rasulullah Saw. Saat itu Fatimah tengah memegang sebuah lembaran (lawh) yang termaktub di dalamnya tentang sejumlah washi, para Imam dari keturunan Fatimah".

 

"Aku hitung jumlahnya ada 12 nama dan nama yang terakhir adalah dia yang akan mengemban posisi sebagai Imam Zaman. Diantara keturunan Fatimah ada tiga yang bernama Muhammad, dan ada tiga yang bernama Ali". (Al-Kafi I, 532 riwayat no. 9).

 

Riwayat dari Ibn Al-Atsir: Imam Hasan Al- Askari as Memiliki Anak

 

Sejarawan klasik terkenal, Ibn Al-Atsir, dalam kitab Al-Kamil fi Al-Tarikh, jilid. 7, hlm. 274, ketika membahas kejadian tahun 260 H, ia memberikan keterangan berikut:

 

وفيها توفي الحسن بن علي بن محمد بن علي بن موسى بن جعفر بن محمد بن علي بن الحسين بن علي بن أبي طالب عليه السلام.

...أبو محمد العلوي العسكري، وهو أحد الأئمة الثني عشر على مذهب الامامية، وهو والد محمد الذي يعتقدونه المنتظر...

 

“Pada tahun 260 H, wafatlah Al-Hasan bin 'Ali bin Muhammad bin 'Ali bin Musa bin Ja'far bin Muhammad bin 'Ali bin Al-Husain bin 'Ali bin Abi Thalib 'alaihissalam.

 

“... Abu Muhammad Al-'Alawi Al-'Askari. Dia salah satu dari dua belas Imam pada madzhab Al-Imamiyah. Dia adalah ayah dari Muhammad yang diyakini oleh Al-Imamiyah sebagai Al-Muntazhar...”

 

Kutipan di atas menyebutkan kuniyah Imam Hasan Al-Askari as yaitu Abu Muhammad (ayahnya Muhammad). Secara jelas juga disebutkan: هو والد محمد (dia adalah ayah Muhammad). Muhammad inilah yang diyakini oleh Al-Imamiyah sebagai Al-Muntazhar. Hal ini menunjukkan bahwa dalam catatan sejarah Imam Hasan Al-'Askari as memiliki anak.

 

Referensi:

 

Ibn Al-Atsir, Al-Kamil Fi Al-Tarikh, jld. 7 (Beirut: Dar Shadir dan Dar Bayrut, 1385 H/ 1965 M), bab سنة ستين ومائتين, sub bab ذكر عدة حوادث, hlm. 274.