Referensi: Buku “500 Ayat Untuk Ali bin Abi Thalib”, penerbit Cahaya, Jakarta, cetakan pertama September 2006, hlm. 88-92, Saqifah karya O. Hashem, dan dari berbagai sumber.
Berikut ini sebagian diantara sekian banyak penyelewengan yang disebut dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah tentang
keutamaan sahabat yang merupakan hasil
penjiplakan/plintiran/pemalsuan dari hadist-hadist keutamaan Imam Ali bin Abi
Thalib as, Fatimah, Ahlul Bait, yang dinisbahkan kepada Abu Bakar, Umar,
Usman, Aisyah, dan sahabat-sahabat
yang lain:
1. Sekretaris Rasul dalam perjanjian Hudaibiyah
Imam Ahmad bin Hanbal dalam al-Manaqib,
Ibnu Rahwaih dalam al-Musnad, dan
Abdu al-Razaq dalam Mushannaf meriwayatkan
dari Muammar, “Aku bertanya kepada Zuhri tentang
orang yang menjadi sekretaris Rasul Saw dalam Perjanjian
Hudaibiyah. Dia tertawa dan menjawab, “Dia adalah Ali. Tetapi, bila engkau
bertanya kepada Bani Umayyah, mereka akan
mengatakan bahwa Usmanlah orangnya.”[1]
2.
Hadist al-Manzilah
Hadist al-Manzilah
yang diriwayatkan secara mutawatir untuk Ali as dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah (apalagi dalam kitab-kitab Syiah). Namun
hadist ini mereka nisbahkan kepada Abu Bakar dan Umar.[2]
3.
Peristiwa mubahalah
Tentang peristiwa mubahalah, mereka mengatakan bahwa Nabi Saw
mengumpulkan Abu Bakar, Umar dan Ahlul Baitnya.[3]
4.
Hadist kota dan
pintu ilmu
Hadist
kota dan pintu ilmu yang disepakati berhubungan dengan Ali as, tapi mereka meriwayatkannya dari Ismail bin Ali al-Mutsanna
Astar Abadi dengan redaksi, “Aku adalah kota
ilmu, Abu Bakar adalah pondasinya, Umar adalah temboknya, Usman adalah atapnya,
dan Ali adalah pintunya.” Ketika ditanya tentang sanadnya, Ismail berjanji
akan menye-butkannya. Tentang pribadi
Ismail, dalam al-Ansab, as-Sam’ani
berkomentar, “Dialah seorang pembohong anak pembohong.” An-Nakhbatsi
berkata, “Dia gemar berdongeng dan
berdusta.”[4]
Dalam al-Fatawa, Ibnu Hajar berkata, “Hadist: Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah
pintunya diriwayatkan oleh sekelompok ahli hadist dan dianggap shahih oleh al-Hakim
dan hasan oleh al-Ala’i dan Ibnu Hajar.”[5]
Tentang hadist, “Aku adalah kota ilmu dan
Abu Bakar adalah pondasinya…”, Ibnu Hajar berkata, “Hadist ini diriwayatkan oleh penulis Musnad al-Firdaus dan diikuti
oleh anaknya secara marfu dari Ibnu Mas’ud. Ini adalah hadist yang lemah
seperti hadist, “Aku adalah kota ilmu, Ali adalah pintunya, dan Muawiyah adalah
lingkarannya.”[6]
5.
Kisah penciptaan Rasulullah
Saw dan Ali
Hadist tentang penciptaan Muhammad dan Ali dari satu tanah.
Dalam kitab al-Futuh, Ibnu A’tsam, jilid I, hlm. 269, bab “Peristiwa Perang Shiffin” yang diriwayatkan dari Muawiyah.
Ath-Thabrani meriwayatkannya dengan redaksi berikut, “Ali adalah bagian dari diriku dan aku
adalah bagian dari dirinya. Dia diciptakan dari tanahku.”[7] Namun mereka meriwayatkan hadist ini berkenaan
dengan Abu Bakar dan Umar.[8]
Kelemahan dan kepalsuan hadist itu dinukil dari al-Hafadh.[9]
Juga dikatakan bahwa Ibnu Jauzi mengkategorikan hadist ini sebagai palsu.
6.
Orang shaleh dari
kalangan mukminin
Penyelewengan
ayat: Orang shaleh dari kalangan mukminin (ath-Tahrim: 4).[10]
Bahkan mereka meriwayatkan bahwa yang dimaksud dalam ayat itu adalah Abu Bakar
dan Umar sekaligus, dan dalam riwayat lain disebutkan bahwa dia adalah Umar.[11]
7.
Ali dalam pandangan
Allah Swt
Hadist
riwayat dari Muaz, “Sesungguhnya Allah di
langit tidak suka melihat Ali disalahkan di bumi.”[12] Diselewengkan dalam al-Firdaus
bi Ma’tsur al-Khitab cetakan Dar al-Kitab al-Arabi, jilid I, hlm. 201,
hadist ke 591 serta dinisbahkan kepada Abu Bakar. Ibnu Jauzi mengomentarinya
sebagai hadist palsu.[13]
8. Ali dan Fatimah
manusia yang paling dicintai oleh Rasulullah Saw
Hadist: “Manusia yang paling dicintai Rasul adalah
Ali dan Fatimah”, yang diriwayatkan dari beberapa jalur, diselewengkan oleh
mereka dengan meriwayatkan dari Amr bin Ash bahwa dia bertanya kepada
Rasulullah, “Wahai Rasulullah, siapakah
orang yang paling anda cintai?” “Aisyah”. “Lalu, siapa dari kalangan lelaki?”
“Abu Bakar.”[14]
9.
Orang yang pertama
keluar dari perut bumi
Hadist: “Orang yang pertama kali keluar dari perut
bumi…” berkenaan dengan Ali. Rasul Saw bersabda, “Allah memberiku keutamaan bahwa aku dan engkau (wahai Ali) adalah
manusia pertama yang keluar dari perut bumi di hari kiamat.”[15]
Juga diriwayatkan sabda beliau, “Aku
adalah orang pertama yang keluar dari perut bumi dan engkau (Ali) akan bersamaku.”[16] Al-Baghdadi meriwayatkannya dengan redaksi
berikut, “Engkau (Ali) adalah orang
pertama yang keluar dari perut bumi dihari kiamat.”[17] Abu Nu’aim menukilnya dengan redaksi berikut, “Ali adalah orang pertama yang membersihkan debu dari kepalanya dihari kiamat.”[18]
Rasul Saw juga bersabda, “Wahai Ali,
kuberitahu kepadamu bahwa engkau akan diberi
pakaian ketika aku diberi pakaian, engkau akan dipanggil ketika aku dipanggil,
dan akan dihidupkan ketika aku dihidupkan.”[19] Umar meriwayatkan, “Wahai Ali, tanganmu ada di tanganku, dan kita akan memasuki surga
bersama-sama dihari kiamat.”[20] Al-Baghdadi meriwayatkan, “Ini (Ali) adalah orang pertama yang
berjabat tangan denganku dihari kiamat.”[21]
Namun, mereka meriwayatkannya berkenaan dengan Abu Bakar dan Umar.[22]
10.
Ali dalam perang
Khandaq
Hadist
neraca timbangan dalam perang Khandaq yang masyhur berkaitan dengan Ali, namun diriwayatkan
oleh mereka berkenaan dengan Abu Bakar dan Umar.[23]
11.
Kebenaran bersama
Ali dan Ali bersama kebenaran
Hadist: “Kebenaran bersama
Ali dan ia bersama kebenaran” diriwayatkan bagi Umar dengan redaksi berikut, “Kebenaran setelahku bersama Umar dimana pun dia berada.”[24]
12.
Sembilan per sepuluh
ilmu dimiliki Ali
Hadist: “Ilmu ada sepuluh bagian dan sembilannya
dimiliki Ali”, namun oleh mereka dinisbahkan kepada Umar. Ibnu Mas’ud
berkata, “Menurutku, ketika Umar
meninggal, sembilan per sepuluh ilmu ikut diangkat bersamanya.”[25]
13. Ali dan Fatimah
berada satu derajat dengan Rasul dihari kiamat
Hadist
bahwa Ali dan Fatimah berada satu derajat dengan Rasul Saw dihari kiamat,[26]
diselewengkan oleh mereka dengan menisbahkannya kepada Abu Bakar.[27]
14. Ali Manusia terbaik
setelah Rasulullah
Hadist yang
diriwayatkan dari Abdullah bin Dawud al-Wasithi dari Abdurrahman bin Jabir dari Abu Bakar bahwa Umar berkata kepadanya, “Wahai manusia terbaik setelah Rasulullah.”
Abu Bakar berkata, “Bila kau mengatakan
itu, aku juga telah mendengar Rasulullah bersabda bahwa di muka bumi ini tidak
ada orang yang lebih baik dari Umar.”[28]
Padahal riwayat mutawatir menyatakan bahwa Ali as adalah manusia terbaik
setelah Rasul Saw dan orang yang mengingkari
kenyataan ini berarti telah kafir. Selain itu, Abdullah dianggap lemah
oleh ulama rijal dan mereka juga
meragukan Abdurrahman. Mengomentasi hadist di atas, adz-Dzahabi berkata, “Hadist ini mirip dengan hadist buatan.”[29]
15.
Ali orang pertama
yang masuk surga
Hadist yang diriwayatkan oleh Umar bahwa Ali adalah orang
pertama yang masuk surga, “Wahai Ali, engkau bergandengan
tangan denganku dan kita bersama-sama masuk surga.”[30] Namun, hadist ini dinisbahkan kepada Abu Bakar.[31]
16. Wasiat Rasulullah
menjelang wafatnya (tragedi hari Kamis)
Hadist
tinta dan pena yang berhubungan dengan masa menjelang wafatnya Rasulullah Saw, dikaitkan
dengan Abu Bakar. Hadist menurut versi mereka adalah bahwa Rasul Saw bersabda, “Bawakan tinta dan pena kepadaku untuk aku
menulis wasiat bagi Abu Bakar, sehingga
umatku tidak akan bertikai sehubungan dengannya.”[32] Bila hadist ini benar adanya, mengapa Umar
memprotes dan mengatakan bahwa Nabi Saw telah mengigau? Kecuali, bila kita
katakan bahwa Umar menginginkan wasiat itu untuknya.
17. Ali berwudhu dengan
wadah dari emas yang dibawa malaikat Jibril as
Hadist
tentang Ali yang berwudhu dengan wadah terbuat dari emas yang dibawa Jibril,[33]
dinisbahkan kepada Abu Bakar.[34]
Dikatakan bahwa al-Hifadh menganggap hadist ini buatan.
18.
Ali lebih dikenal di
langit ketimbang di bumi
Hadist
bahwa Ali lebih dikenal di langit ketimbang di bumi,[35]
dinisbahkan kepada Abu Bakar.[36]
Al-Hifadh menganggapnya sebagai hadist buatan.[37]
Juga dikatakan bahwa al-Hifadh tidak menerima hadist ini.
19.
Nama Ali bersanding
dengan nama Muhammad
Hadist tentang keberadaan nama Ali bersama nama Muhammad di
langit, juga dihubungkan kepada Abu Bakar dan Umar, bahkan Usman.[38]
Al-Hifadh menganggapnya sebagai hadist palsu.[39]
Sebagian perawinya dianggap lemah.[40]
Juga dikatakan bahwa al-Hifadh tidak menerima hadist ini.
20.
Iman yang dimiliki Ali
melebihi iman seluruh dunia
Hadist bahwa iman Ali melebihi iman seluruh manusia, mereka kaitkan
dengan Abu Bakar.[41]
Dikatakan bahwa hadist ini
tidak shahih.
21.
Buah apel tempat
bidadari keluar adalah milik Ali
Hadist
bahwa apel yang bidadari surga keluar darinya adalah milik Ali,[42]
dinisbahkan kepada Usman,[43]
yang juga disebut sebagai hadist buatan,[44]
dan dinukil dari Ibnu Jauzi bahwa dia
menganggapnya sebagai hadist dha’if. Ibnu Hajar dalam al-Mizan berkomentar, “Ini
hadist palsu.” Sementara Ibnu Hibban berkata, “Tidak diketahui asal-usulnya.”
22. Ali adalah wali (yang
mewakili) Rasul Saw di dunia dan akhirat
Hadist: “Engkau adalah waliku di dunia dan akhirat”
dikaitkan dengan Usman,[45]
dan disebut sebagai hadist buatan.[46]
Di catatan kakinya ditulis bahwa Ibnu Jauzi menukilnya dalam al-Maudhuat dan berkomentar bahwa hadist
ini tidak jelas asalnya.[47]
Dikatakan juga bahwa Ibnu Jauzi menganggapnya hadist palsu, dan Ibnu Hibban
menyebutnya “dha’if”.
23. Allah Swt tidak
mencela Ali dalam hal apa pun
Hadist
bahwa Allah tidak mencela Ali dalam hal apa pun, namun mencela sahabat lain,[48]
dinisbahkan kepada Abu Bakar.[49]
24. Ali yang membunuh
Marhabah
Hadist
bahwa Ali-lah yang membunuh Marhabah yang diriwayatkan oleh Muslim dan al-Hakim, dan mengatakan bahwa hadist mutawatir
menyebutkan bahwa Ali adalah pembunuh Marhabah,[50]
dinisbahkan kepada Muhammad bin Musallamah.[51]
25. Ali adalah orang yang
membenarkan risalah Muhammad
Ayat: “Dan orang yang membawa kebenaran dan
membenarkannya”, turun berkenaan dengan Ali,[52]
tetapi dikaitkan kepada Abu Bakar[53]
yang diriwayatkan oleh Musa bin Umair, padahal dia perawi yang lemah, seperti
dikatakan adz-Dzahabi.[54]
26. Taman atau istana di
surga adalah milik Ali
Hadist bahwa taman atau istana yang dilihat Nabi Saw di surga
adalah milik Ali,[55]
tapi mereka kaitkan dengan Umar.[56]
27.
Ahlul Bait berada di
kubah dari rubi di bawah Arsy’
Hadist bahwa Ahlul Bait as berada di kubah dari rubi di bawah
Arsy,[57]
dinisbahkan kepada Abu
Bakar dari jalur Dzira’, si pendusta, seperti dikatakan oleh ad-Duruquthni.
Ibnu Jauzi dan al-Khatib mengatakan hadist ini dha’if dan tidak diketahui
asalnya.[58]
28. Ali mengenal suara
Nabi Khidir as saat Rasul Saw wafat
Hadist
bahwa Ali mengenal suara Khidir as ketika datang untuk berbela sungkawa saat
Nabi Saw wafat, yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Dalail, al-Ghazali dalam Ihya
dari Ibnu Umar, Ibnu Abi Dunya dari Anas dan juga oleh al-Hakim,[59]
dinisbahkan kepada Abu Bakar.
29.
Hadist Mawaddah
Hadist
Mawaddah yang masyhur berkenaan dengan Ali, Fatimah dan kedua putera mereka,
dikaitkan kepada Abu Bakar dalam penafsiran ayat mawaddah.
30.
Hadist Ahlul Bait
pelindung umat
Hadist: “Ahlul Baitku adalah pelindung umatku”,
al-Hakim meriwayatkan dari al-Munkadir dari ayahnya dari Nabi Saw, “… Kemudian Nabi Saw mengangkat kepalanya ke
langit dan bersabda, “Bintang-bintang adalah pelindung penghuni langit. Bila bintang-bintang
redup, maka langit akan hancur. Aku adalah pelindung para sahabatku. Bila aku
mati, maka sahabatku akan ditimpa bencana. Ahlul Baitku adalah pelindung bagi
umatku. Bila mereka tidak ada, maka bencana akan menimpa umatku.”[60]
Hadist ini diselewengkan dengan redaksi: “…para
sahabatku adalah pelindung umatku.”[61]
31.
Bait-bait syair
Fatimah
Bait-bait syair duka Fatimah yang masyhur itu, “Apa yang terjadi dengan orang yang mencium wangi tanah (kubur) Muhammad”, yang dinisbahkan kepada Aisyah[62]
32.
Kezuhudan Ali dan
ziarahnya
Diantaranya
adalah kezuhudan Ali dan ziarahnya ke kuburan. Mufasir masyhur, Tsa’labi dan Ibnu Hibban meriwayatkan bahwa Ali as memasuki
pemakaman dan berkata, “Salam atas kalian, wahai penghuni kubur,
harta-harta kalian telah dibagikan…” lalu ada suara berbisik, “Waalaikum
salam.”[63]
Riwayat ini dinisbahkan kepada Umar.[64]
33.
Detik-detik terakhir
Nabi
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin Ummu Salamah dikatakan bahwa Rasul Saw
menghembuskan nafas terakhirnya dengan bersandar di dada Ali. Namun mereka
menyelewengkannya berdasarkan riwayat Aisyah bahwa Rasul wafat dalam pangkuan
Aisyah.
34. Hasan dan Husain
pemimpin pemuda surga
Hadist: Hasan dan Husain dua pemimpin pemuda surga,
diselewengkan oleh mereka dengan menisbahkan kepada Abu Bakar sebagai pemimpin pria
dewasa di surga.
Demikian hadist-hadist kembar keutamaan sahabat yang penulis kutip dari buku “500 Ayat Untuk Ali bin Abi Thalib”, penerbit Cahaya, Jakarta, cetakan pertama September 2006, hlm. 88-92, Saqifah karya O. Hashem, dan dari berbagai sumber.
Ada banyak lagi hadist-hadist kembar yang tidak bisa kami sebutkan karena
terbatasnya waktu. Hadist-hadist
buatan/jiplakan/palsu tersebut tentu sangat besar pengaruhnya dalam
membentuk pola pikir serta akidah umat. Ini merupakan salah satu rahasia
mengapa Syaikhain (Abu Bakar dan
Umar) pada masa pemerintahannya mengambil kebijakan pelarangan periwayatan hadist, dan menghukum orang yang meriwayatkan
hadist Rasul, bahkan mereka memusnahkan catatan-catatan hadist baik yang
ada di tangan mereka, maupun di tangan para sahabat yang lain, kecuali
catatan-catatan hadist yang berada di tangan Ali bin Abi Thalib, keluarga, dan
Syiah setianya yang bisa terselamatkan.
H. Fuad Hashem[65] memberi gambaran menarik “...Khalîfah Abû Bakar, menurut sejarawan adz-Dzahabî, dilaporkan membakar kumpulan lima ratus hadist, hanya sehari setelah ia menyerahkannya kepada putrinya Âisyah. “Saya menulis menurut tanggapan saya,” kata Abû Bakar, “namun bisa jadi ada hal yang tidak persis dengan yang diutamakan Nabî.”[66]
Dengan adanya pelarangan dan pemusnahan catatan-catatan hadist tersebut, maka proyek pembuatan hadist-hadist palsu keutamaan sahabat, khususnya Abu Bakar dan Umar, sekaligus pemakzulan Ali bin Abi Thalib dapat berjalan dengan lancar. O. Hashem dalam buku Saqifah[67] menulis:
“Di masa pemerintahan Bani Umayyah selama 92 tahun[68], telah dibuat banyak sekali hadist palsu yang direncanakan untuk mengucilkan Alî dan membesarkan ketiga Khulafa’ ar-Rasyidin yang lain, atas kperintah Muâwiyah, raja pertama dalam sejarah Islam. Para gubernur diwajibkan untuk menghotbahkan hadist-hadist tersebut di seluruh masjid-masjid dari “ufuk Timur ke ufuk Barat.”
Dengan demikian, biar pun hadis ini jelas shahîh, karena rangkaian isnâdnya lengkap dan nama-nama penyalur dapat dipercaya, “penyakit” masih ada, yaitu yang bersumber dari kalangan sahabat sendiri atau tâbi’în sendiri. Khotbah-khotbah itu, begitu besar pengaruhnya sehingga pernah terjadi seorang bapak mengadu kepada penguasa karena istrinya telah menghinanya dengan menamakannya Alî.[69]
Hadist-hadist ini dapat disebut “hadist penguasa” karena diorganisir oleh pelaksana pemerintahan demi mempertahankan kedudukannya dan bersumber dari para sahabat dan tâbi’în.
Untuk memahami timbulnya hadis-hadis palsu jenis ini, perlu kita memahami sifat-sifat jahiliah yang masih tersisa di zaman sahabat. Sifat-sifat jahiliah ini tidak hanya mengakibatkan pembunuhan, pemerkosaan, pelecehan terhadap jenazah dengan mengarak kepala-kepala jenazah di jalan-jalan, perampokan, perbudakan terhadap wanita-wanita, pendongkelan mata yang dilakukan terhadap Syî’ah Alî serta pelanggaran hak-hak azasi yang begitu dilindungi oleh Islam, tetapi juga pembuatan hadis palsu yang terencana.
Abû Ja’far Al-Iskâfî menceritakan: “Muâwiyah memerintahkan para sahabat dan tâbi’în untuk membuat riwayat yang memburuk-burukkan Alî bin Abî Thâlib, menyerangnya dan memakzulkannya, di antaranya Abû Hurairah, Amr bin Âsh, Mughîrah bin Syu’bah dan di antara tabi’in Urwah bin Zubair.”[70]
Tulisan ini tidak bermaksud mempengaruhi keyakinan anda, karena hidup ini adalah pilihan dan kita bebas memilih sesuai dengan daya nalar masing-masing. Tapi yang jelas, di Yaumil Akhir nanti kita semua akan dihisab untuk mempertanggung jawabkan semua pilihan dan perbuatan di dunia■
[1] Fadhail
as-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid II, hlm. 591, 1002, bab “Manaqib Ali”; al-Mathalib al-Aliyah, jilid IV, hlm. 234, 4346, bab “Hudaibiyah”; Mushannaf, Abdu al-Razaq, jilid V, hlm. 343 hadist ke 9722.
[2] Lisan
al-Mizan, jilid IV, hlm. 252, “Biografi Ali
bin Hasan” dengan redaksi “Kedudukan
Abu Bakar bagiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa.” Ibnu Hajar
menyebutnya sebagai hadist buatan.
[3] Kanz
al-Ummal, jilid II, hlm. 379, hadist ke 4306 “Tafsir Surah al-Baqarah”.
[4] Fath al-Malik al-Ali, hlm. 155-156 dari Lisan al-Mizan, jilid I, hlm. 422, “Biografi Ismail bin Ali Abu Said.“
[5] Al-Fatawa
al-Haditsah, hlm. 123, cetakan pertama Mesir, tahun 1353 H.
[6] Al-Fatawa
al-Haditsah, hlm. 192, cetakan pertama Mesir tahun 1353 H.
[7] Al-Mu’jam
al-Ausath, jilid VII, hlm. 50, hadist ke 6082.
[8] Kanz
al-Ummal, jilid XI, hlm. 567 hadist ke 3283, bab “Keutamaan Sahabat”, tentang Abu Bakar; al-Fawaid al-Majmu’ah, hlm. 339, bab “Keutamaan Empat Khalifah”, hadist ke 28.
[9] Al-Laali
al-Mashnu’ah, jilid I, hlm. 309, bab “Keutamaan
Empat Khalifah”.
[10] Kanz
al-Ummal, jilid II, hlm. 539, hadist ke 4675; Tafsir Ibnu Katsir, jilid IV, hlm. 441; al-Tarif wa al-A’lam, as-Suhaili, hlm. 133; Syawahid ath-Tanzil, jilid II, hlm. 341, hadist ke 981; Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 194
cetakan Mesir tahun 1352 H; Buhyah
al-Raid fi Tahqiq Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 311, hadist ke 115143
bab “Manaqib”.
[11] Al-Mahasin
wa al-Masawi, al-Baihaqi, jilid 38, bab “Keutamaan
Umar”; Majma’ al-Zawaid, jilid
IX, hlm. 52 cetakan Mesir tahun 1352 H; Bughyah
al-Raid fi Tahqiq Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 38, hadist ke 14339, bab
“Manaqib”. Sebagian perawinya
dianggap lemah.
[12] Dinukil oleh Ad-Dailami dalam al-Firdaus bi Ma’tsur al-Khitab, jilid
I, hlm. 159, hadist ke 587 cetakan Dar al-Kutub al-Ilmiyah.
[13] Al-Laali
al-Mashnu’ah, jilid I, hlm. 300, bab “Keutamaan
Empat Khalifah.”
[14] Al-Mu’jam al-Kabir, jilid XXIII, hlm. 43, hadist ke 3190, “Biografi Aisyah”, bab “Aisyah Melihat Jibril”.
[15] Al-Tadwin
fi Akhbar Qazwin, jilid II, hlm. 126, “Biografi
Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah bin Juhainah”.
[16] Jilid III, hlm. 419, “Biografi Ali bin Muhammad al-Bayari”.
[17] Tarikh
Baghdad, jilid V, hlm. 100.
[18] Tarikh
Isbahan, jilid I, hlm. 362.
[19] Fadhail
as-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid II, hlm. 664, hadist ke 1131 “Keutamaan Ali”.
[20] Talkish
al-Mutasyabih fi al-Rasm, al-Khatib, jilid I, hlm. 37 no. 27 pasal pertama.
[21] Tarikh
Baghdad, jilid IX, hlm. 460.
[22] Al-Mu’jam
al-Kabir, jilid XII, hlm. 235 “Biografi
Ibnu Umar”.
[23] Al-Mu’jam
al-Kabir, jilid X, hlm. 86 “Biografi
Muaz bin Jabal”, bab “Riwayat Abu
Idris Khulani dari Muaz”; Ilya Ulum
ad-Din, jilid I, hlm. 52, bab kelima tentang “Adab Pelajar”; al-Mahasin wa
al-Masawi, bab “Keutamaan Abu Bakar.”
[24] Al-Mu’jam
al-Kabir, jilid VIII, hlm. 281 “Biografi
Fadhl bin Abbas”, bab “Riwayat Atha’
dari Ibnu Abbas darinya.”
[25] Al-Mu’jam
al-Kabir, jilid VIII, hlm. 9163, hadist ke 8810, “Biografi Ibnu Mas’ud”; al-Thabaqat
al-Kubra, jilid II, hlm. 256, bab “Sahabat
Rasul Saw Berfatwa di Madinah”.
[26] Kanz
al-Ummal, jilid XIII, hlm. 639, hadist ke 37612, bab “Keutamaan Ahlul Bait”; Majma’
al-Zawaid, jilid IX, hlm. 169 cetakan Mesir tahun 1352 H; Bughyah al-Raid fi Tahqiq Majma’ al-Zawaid,
jilid IX, hlm. 268-269, 271, 276 hadist ke 14991, 15003, 15002, bab “Manaqib”.
[27] Hilyah
al-Auliya, jilid II, hlm. 33, “Biografi
Abu Bakar”; Tharikh al-Khamis,
jilid I, hlm. 327.
[28] Al-Mustadrak,
al-Hakim, jilid III, hlm. 90, bab “Keutamaan
Umar”; Majma’ al-Zawaid, jilid
IX, hlm. 44 cetakan Mesir tahun 1352 H; Buhgyah
al-Raid fi Tahqiq Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 24, 40, hadist ke 14314,
14357, bab “Manaqib”. Sebagian perawinya dianggap
lemah dan sebagian lainnya disebut pembohong.
[29] Talkish
al-Mustadrak, jilid III, hlm. 90, bab “Keutamaan
Umar”.
[30] Talkish
al-Mutasyabih fi al-Rasm, al-Khatib, jilid I, hlm. 37 no. 27 pasal pertama.
[31] Lawami’
al-Anwar al-Bahiyah, jilid II, hlm. 316, bab “Keutamaan Abu Bakar”.
[32] Al-Tabyin
fi Ansab al-Quraisyin, hlm. 273 – Abu Bakar.
[33] Manaqib
Ibnu al-Maghazili, hlm. 79 cetakan
[34] Al-Fawaid
al-Majmu’ah, hlm. 331, bab “Keutamaan
Empat Khalifah”, hadist ke 2 dan disebut sebagai hadist palsu; al-Laali al-Mashnu’ah, jilid I, hlm. 289
“Keutamaan Empat Khalifah.”
[35] Kanz
al-Fawaid, hlm. 260.
[36] Al-Fawaid
al-Majmu’ah, hlm. 332, bab “Keutamaan
Empat Khalifah.”
[37] Al-Laali
al-Mashnu’ah, jilid I, hlm. 294, bab “Keutamaan
Empat Khalifah”.
[38] Al-Fawaid al-Majmu’ah, hlm. 333, 339, 342, bab “Keutamaan Empat Khalifah”, hadist ke 12, 27, 38.
[39] Majma’
al-Zawaid; jilid IX; hlm. 41 cetakan Mesir tahun 1352 H; Buhgyah al-Raid fi Tahqiq Majma’ al-Zawaid,
jilid IX, hlm. 19, 48, hadist ke 14296, 14383, bab “Manaqib”.
[40] Al-Laali
al-Mashnu’ah, jilid I, hlm. 296-297, 309, bab “Keutamaan Empat Khalifah.”
[41] Al-Fawaid
al-Majmu’ah, hlm. 335, bab “Keutamaan
Empat Khalifah”, hadist ke 18.
[42] Musnad
Syam al-Akhbar, jilid I, hlm. 88, bab kelima dengan jalur dari Abdul Wahab.
[43] Al-Fawaid
al-Majmu’ah, hlm. 340, bab “Keutamaan
Empat Khalifah”, hadist ke 31.
[44] Al-Laali
al-Mashnu’ah, jilid I, hlm. 312-314, bab “Keutamaan Empat Khalifah.”
[45] Al-Fawaid
al-Majmu’ah, hlm. 341, bab “Keutamaan
Empat Khalifah”, hadist ke 35.
[46] Al-Bayan
wa al-Ta’rif fi Asbab Wurud al-Hadits, jilid III, hlm. 5, hadist ke 1171.
[47] Al-Laali
al-Mashnu’ah, jilid I, hlm. 317, bab “Keutamaan
Empat Khalifah.”
[48] Majma’
al-Zawaid, jilid IX, hlm. 112 cetakan Mesir tahun 1352 H; Bughyah al-Raid fi Tahqiq Majma’ al-Zawaid,
jilid IX, hlm. 144, hadist ke 14660, bab “Manaqib
dengan jalur dari Thabrani”; Fadhail
as-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid II, hlm. 654, hadist ke 1114, bab “Keutamaan Ali.”
[49] Syarh al-Syamail al-Muhammadiyah, jilid II, hlm. 227, bab “Peristiwa-peristiwa Ketika Nabi Saw wafat”.
[50] Shahih
Muslim, bab “Jihad dan Ekspedisi”,
pasal “Perang Dzi Qirdah”, hadist ke
1807; al-Mustadrak, jilid III, hlm.
436, bab “Keutamaan Muhammad bin
Musallamah”.
[51] Al-Mustadrak,
jilid III, hlm. 436, bab “Keutamaan
Muhammad bin Musallamah”; Musnad Abu
Ya’la, jilid III, hlm. 385, hadist ke 1816.
[52] As-Syifa,
jilid I, hlm. 33.
[53] Lawami’
al-Anwar al-Bahiyah, jilid II, hlm. 313, bab “Keutamaan Abu Bakar”.
[54] Talkish
al-Mustadrak, jilid III, hlm. 70, bab “Mengenal
Sahabat” – Abu Bakar.
[55] Al-Mushannaf,
Ibnu Abi Syaibah, jilid VI, hlm. 374, hadist ke 32102, bab “Keutamaan Ali”; Musnad
al-Bazar, jilid II, hlm. 293, hadist ke 716, pada catatan kakinya
disebutkan bahwa al-Hakim dan adz-Dzahabi menyebutnya sebagai hadist shahih; Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 118
cetakan Mesir tahun 1352 H; Bughyah
al-Raid fi Tahqiq Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 155, hadist ke 14690,
bab “Manaqib”; Fadhail as-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid I, hlm. 651, hadist ke
1109, bab “Keutamaan Ali”; Musnad Abu Ya’la, jilid I, hlm. 427,
hadist ke 565, bab “Musnad Ali”,
dalam catatan kakinya disebutkan bahwa semua perawi hadist ini terpercaya,
kecuali Fadhal Qaisi, meski Ibnu Hibban menganggapnya perawi terpercaya.
Al-Hakim dan adz-Dzahabi menganggapnya hadist shahih, hlm. 139, bab “Makrifat Keutamaan Ali”; al-Maqshad al-Ali, jilid III, hlm. 180,
hadist ke 3121; al-Mathalib al-Aliyah,
jilid IV, hlm. 60; Tarikh Baghdad,
jilid XII, hlm. 394.
[56] Tarikh
Baghdad, jilid IX, hlm. 50, “Biografi
Ibnu Maghazili”, no. 855.
[57] Al-Firdaus,
jilid IV, hlm. 162, hadist ke 4284; al-Laali
al-Mashnu’ah, jilid I, hlm. 392.
[58] Afat
Ashab al-Hadits, Abu Faraj bin Jauzi, hlm. 125, bab keenam; al-Laali al-Mashnu’ah, jilid I, hlm.
292, bab “Keutamaan Empat Khalifah”.
[59] Lihat: Masyariq al-Anwar, Hamzawi, hlm. 77 pasal pertama, bab
Pertama-Penutup; al-Dzakhair
al-Muhammadiyah, hlm. 394 dari al-Baihaqi, Risalah al-Zahr al-Nadhir, hlm. 216; Ansab al-Asyraf, jilid I, hlm. 564, hadist ke 1145 cetakan Mesir,
hlm. 2/239; al-Mahmudi, al-Ishbah,
jilid I, hlm. 442; al-Mawahib
al-Laduniyah, jilid III, hlm. 387; al-Mathalib
al-Aliyah, jilid IV, hlm. 259; Qishash
al-Anbiya, hlm. 43.
[60] Mustadrak
as-Shahihain, jilid III, hlm. 457, bab “Keutamaan
Munkadir”; Nawadir al-Ushul,
jilid III, hlm. 66 pokok ke 222.
[61] Musnad
Ahmad, jilid IV, hlm. 399 cetakan Mesir, hlm. 5/543, hadist ke 19072
cetakan
[62] Lihat:
Syarh al-Syamail al-Muhammadiyah,
jilid II, hlm. 231, bab “Peristiwa
Diwaktu Nabi Wafat”.
[63] Tafsir Tsa’labi, jilid I, hlm. 258, ayat ke 109 surah al-Baqarah; al-Tsuqat, Ibnu Hibban, jilid IX, hlm. 235.
[64] Kanz
al-Ummal, jilid XV, hlm. 751, hadist ke 42977.
[65] H. Fuad Hashem, Sîrah Muhammad Rasûlullâh, Penerbit
Mizan, 1989,
[66] Saqifah
Awal Perselisihan Umat, O. Hashem, penerbit YAPI, hlm. 5-6.
[67] Saqifah
Awal Perselisihan Umat, O. Hashem, penerbit YAPI, hlm. 79-81.
[68] Kecuali di zaman
pemerintahan Umar bin Abdul Azîz yang 2 ½ tahun.
[69] Dengan demikian
dapatlah dibayangkan bahwa hukum fiqih yang berkembang di lembaga-lembaga
pemerintahan dan masyarakat didominasi oleh keputusan-keputusan hukum Umar, Abû
Bakar dan Utsmân. Dan sama sekali tidak memberi tempat kepada pikiran-pikiran
Alî. Buah pikiran Alî hanya berkembang dan diikuti oleh keluarga dan
pengikut-pengikutnya. Sebagai ilustrasi dapat diikuti dialog antara gubernur
Hajjâj bin Yusuf dan kadinya. Hajjâj bertanya kepada as-Sya’bî tentang warisan
seorang (yang tidak punya anak) kepada ibu, saudara perempuan dan kakeknya.
Hajjâj: “Bagaimana pendapat
Amîru’l-mu’minîn Utsmân?” as-Sya’bî: “Tiap
orang 1/3 bagian!.” Hajjâj: “Bagaimana
pendapat Alî?” as-Sya’bî: “Saudara
perempuan 3/6, 2/6 untuk ibu dan 1/6 bagian untuk kakek!” Hajjâj memegang-megang
hidungnya. “Yang pasti, kita tidak boleh
mengikuti putusan Alî.” Ia lalu menyuruh hakim memutuskan sesuai dengan
pendapat Utsmân. Untuk mengetahui perbedaan-perbedaan ini, bacalah al-Imâm
Abdul Husain Syarafuddîn al-Mûsâwî, “Nash
wa’l-Ijtihâd.”
[70] Ibnu Abîl-Hadîd, Syarh Nahju’l-Balâghah, jilid 4, hlm.
63.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar