Disarikan dari buku: MAZHAB PECINTA KELUARGA NABI, Ayatullah Sayyid Muhammad al-Musawi, hlm. 53-60, 82-85, Terjemahan Tim Muthahari Press, cetakan I dan II, Juni 2009.
Nabi Saw telah menjelaskan
landasan dan prinsip-prinsip Syiah. Kalimat “Syiah Ali” telah tersebar dari
lisan Rasulullah Saw di tengah para sahabat, sebagaimana yang dinukil dan
diriwayatkan oleh ulama ahlus sunnah di dalam kitab-kitab dan tafsir-tafsir
mereka.[1]
Kata “Syiah” Berarti Pengikut
dan Pembela[2]
Al-Fairuzabadi di dalam al-Qamus
dalam kata “Sya’a” mengatakan, “Syi’atur rajul” adalah para
pengikut dan pembela seseorang, dan dalam konteks tertentu berarti
kelompok. Hal ini berlaku untuk satu orang, dua orang, sekelompok orang
laki-laki dan perempuan. Namun, pada umumnya kata ini digunakan dalam arti
setiap orang yang setia kepada Ali dan Ahlul Baitnya sehingga menjadi julukan
khusus bagi mereka. Bentuk jamaknya adalah Asyya’ dan Syiya’.”
Ini arti kata “Syiah”. Maka,
sejak hari ini, saya harap Anda tidak keliru dalam pengertiannya.
Ada keraguan lain yang muncul
dari diri Anda mungkin karena Anda tidak menelaah
kitab-kitab tafsir dan hadist-hadist yang mulia. Atau, karena Anda terpengaruh oleh ucapan yang tidak jelas yang diucapkan para
pendahulu Anda dan Anda menerimanya tanpa penelitian terlebih dahulu,
lalu Anda mengulang-ulang kebohongan mereka.
Mereka mengatakan bahwa kata “Syiah”, yang berarti para pengikut Ali bin Abi
Thalib dan kawan-kawan setianya, muncul pada masa kekhalifahan Usman dan dibuat
oleh Abdullah bin Saba’ si Yahudi itu.
Padahal, kata ini berbeda sama
sekali. Sebab kata “Syiah” dalam pengertian
istilah berarti para pengikut Ali bin Abi Thalib dan
para pembelanya sejak zaman Rasulullah Saw. Yang menjelaskan kata ini
dan menggunakannya untuk menyebut mereka adalah Rasulullah Saw sendiri. Allah
Swt berfirman: “Dan tiadalah dia berbicara menurut kemauan nafsunya.
Ucapannya itu hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm
53:3-4).
Rasulullah Saw pernah
bersabda, “Syiah
Ali adalah orang-orang yang beroleh kemenangan.” Hadis ini dan hadis-hadis semisalnya diriwayatkan
oleh para ulama ahlus sunnah di dalam kitab-kitab dan tafsir-tafsir mereka:
1. Al-Hafizh
Abu Nu’aim[3]
meriwayatkan hadis di dalam kitabnya Hilyah al-Awliya dengan sanad dari
Ibnu Abbas: Ketika turun ayat yang mulia: “Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.”
(QS. Al-Bayyinah 98:7), Rasulullah Saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, “Wahai
Ali, itu adalah engkau dan syiahmu. Engkau dan
syiahmu akan datang pada hari kiamat dalam keadaan ridha
dan diridai.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Mu’ayyid, Mawfiq bin Ahmad al-Khawarizmi dalam pasal 17 kitab al-Manaqib dalam kitab Tadzkirah Khawwash al-Ummah[4], dan Sabath bin al-Jawzi[5] dengan tidak mencantumkan ayatnya.
2. Al-Hakim Ubaidullah al-Haskani, seorang mufasir terkemuka di kalangan ahlus sunnah, meriwayatkan di dalam kitabnya Syawahid at-Tanzil dari al-Hakim Abu Ubaidullah al-Hafizh dengan sanad marfu kepada Yazid bin Syarahil al-Anshari. Ia berkata, “Saya mendengar Ali as berkata, “Rasulullah Saw, sambil menyandarkan kepalanya ke dadaku bersabda, “Wahai Ali, tidakkah engkau pernah mendengar firman Allah Swt: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk?” Mereka adalah engkau dan syiahmu, dan tempat pertemuanku dan kamu yang telah dijanjikan adalah al-Hawdh. Ketika umat-umat lain ketakutan saat hendak dihisab, kalian dipanggil karena tanda putih di dahi (ghurran muhajjalin).”[6]
3. Abu al-Mu’ayyid al-Mawfiq bin Ahmad
al-Khawarizmi meriwayatkan hadis di dalam Manaqib-nya
pada pasal ke 9[7]
dari Jabir bin Abdullah al-Anshari: “Kami berada bersama Nabi Saw.
Kemudian datang Ali bin Abi Thalib. Beliau Saw bersabda: “Telah datang
saudaraku kepada kalian.” Kemudian beliau menoleh ke Ka’bah dan memukulkan
tangannya. Beliau bersabda, “Demi yang diriku di dalam kekuasaan-Nya, orang ini dan syiahnya adalah orang-orang yang beroleh
kemenangan pada hari kiamat. Kemudian, ia adalah orang pertama yang
beriman diantara kalian, yang paling setia menepati janji kepada Allah, yang
paling keras menegakkan perintah Allah, yang paling adil didalam memimpin, yang
paling adil didalam membagi, dan yang paling agung keutamaannya di sisi Allah.”
Perawi menambahkan: “Kemudian turun ayat,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, mereka itu
adalah sebaik-baik makhluk…” (hingga akhir surah).
Selanjutnya perawi berkata: “Apabila Ali datang, para sahabat Muhammad Saw berkata, “Telah datang khayrul bariyyah (sebaik-baik makhluk).”[8]
4. Jalaluddin
al-Suyuthi adalah seorang ulama terkemuka dan terkenal di kalangan ahlus
sunnah sehingga tentang dirinya mereka mengatakan bahwa ia adalah pembaharu
jalan Sunnah wal Jama’ah abad ke 9 H, seperti disebutkan dalam kitab Fath
al-Maqal. Di dalam tafsirnya al-Durr al-Mantsur, ia meriwayatkan
hadis dari Ibn Asakir al-Dimasyqi yang meriwayatkannya dari Jabir bin
Abdullah al-Anshari bahwa ia berkata: “Kami berada bersama Rasulullah
Saw, tiba-tiba Ali bin Abi Thalib datang. Maka Nabi Saw bersabda, “Demi yang
diriku dalam kekuasan-Nya, orang ini dan syiahnya
adalah orang-orang yang beroleh kemenangan pada hari kiamat.” Kemudian
turun ayat: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh,
mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (QS. al-Bayyinah 98:7).
Demikian pula di dalam al-Durr al-Mantsur dalam tafsir ayat tersebut, diriwayatkan hadis dari Ibn Adi dari Ibn Abbas, bahwa ia meriwayatkan: “Ketika turun ayat tersebut, Nabi Saw bersabda kepada Ali, “Engkau dan syiahmu datang pada hari kiamat dalam keadaan ridha dan diridhai.”
5. Ibn al-Shabagh al-Maliki dalam kitabnya al-Fushul al-Muhimmah, hlm. 122, meriwayatkan hadis dari Ibnu Abbas. Ia berkata: “Ketika turun ayat: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (QS. Al-Bayyinah 98:7), Nabi Saw bersabda kepada Ali, “Itu adalah engkau dan syiahmu. Engkau dan mereka datang pada hari kiamat dalam keadaan ridha dan diridhai. Sedangkan musuh-musuhmu datang dalam keadaan murka dan hangus.”
6. Ibn Hajar dalam al-Shawa’iq, bab 11, meriwayatkan dari
al-Hafizh Jamaluddin, Muhammad bin Yusuf al-Zarandi al-Madani. Di
situ ia menambahkan: “Maka Ali bertanya, “Siapakah
musuhku?” Beliau Saw menjawab, “Orang-orang yang berlepas diri darimu dan suka melaknatmu.”
Allamah al-Mashudi dalam Jawahir al-Uqdayn juga meriwayatkannya dari al-Hafizh Jamaluddin al-Zarandi.
7. Mir
Sayid Ali al-Hamdani al-Qurba meriwayatkan hadis dari Ummul
Mukminin dan isteri Nabi Saw, Ummu Salamah, bahwa ia berkata: “Rasulullah
Saw bersabda: “Wahai Ali, engkau dan sahabat-sahabatmu
berada di surga. Engkau dan syiahmu berada di surga.”
Ibn Hajar pun meriwayatkannya di dalam al-Shawa’iq.
8. Al-Hafizh bin al-Maghazali al-Syafi’i dalam kitabnya Manaqib Ali bin Abi Thalib, meriwayatkan hadis dengan sanadnya dari Jabir bin Abdullah: “Ketika Ali bin Abi Thalib datang dalam penaklukan Khaibar, Nabi Saw berkata kepadanya: “Wahai Ali, kalau saja sekelompok orang dari umatku tidak akan mengatakan tentangmu seperti yang dikatakan kaum Nasrani tentang Isa bin Maryam as, tentu aku akan mengatakan tentangmu suatu perkataan yang tidak ada sekelompok orang pun dari kaum Muslimin melainkan mereka mengambil tanah di bawah kakimu dan bekas air wudhumu. Dengan kedua benda itu mereka memohon kesembuhan. Akan tetapi cukuplah bagimu dengan kedudukanmu di sampingku seperti kedudukan Harun di samping Musa, hanya saja tidak ada nabi sesudahku. Engkau yang membebaskan jaminanku, menutup auratku, dan berperang untuk membela Sunnahku. Kelak di akhirat, engkau adalah makhluk yang paling dekat kepadaku. Di al-Hawdh engkau berada di belakangku, syiahmu berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya di sekelilingku dengan wajah yang putih. Aku memberikan syafaat kepada mereka. Mereka pun berada di surga di dekatku. Orang yang memerangimu berarti memerangiku dan orang yang berdamai denganmu berarti berdamai denganku.”[9]
9. Di dalam kitab al-Zinah karya Abu Hatim al-Razi, salah seorang ulama ahlus sunnah, disebutkan bahwa nama pertama yang diberikan dalam Islam sebagai julukan bagi sekelompok orang pada zaman Rasulullah Saw adalah nama Syiah. Ada empat orang dari kalangan sahabat yang dikenal dengan julukan ini ketika Nabi Saw masih hidup. Mereka itu adalah: 1. Abu Dzar al-Ghifari, 2. Salman al-Farisi, 3. Al-Migdad bin al-Aswad al-Kindi, dan 4. Ammar bin Yasir.
10. Di dalam Tarikh Baghdad, juz 12, hlm. 289: Nabi Saw bersabda kepada Ali: “Engkau dan syiahmu berada di surga.”
11. Di dalam Muruz al-Dzahab, juz 2, hlm. 51: Nabi Saw bersabda: “Pada hari kiamat manusia dipanggil dengan nama mereka dan nama ibu mereka, kecuali orang ini –yakni Ali- dan syiahnya. Mereka dipanggil dengan nama mereka dan nama bapak mereka karena keshahihan kelahiran mereka.”
12. Ibn
Hajar al-Haitami di dalam kitabnya as-Shawa’iq al-Muhriqah,
hlm. 66 cet. Al-Maimanah, Mesir, menulis: Rasulullah Saw bersabda, “Wahai
Ali, engkau dan syiahmu kembali kepadaku di
al-Hawdh dengan rasa puas dengan wajah yang putih.
Sedangkan musuh-musuh mereka kembali ke al-Hawdh dalam kehausan.”
Allamah Shalih al-Turmudzi meriwayatkannya dalam al-Manaqib al-Murthadawiyah, hlm. 10, cet. Bombay.
13. Di
dalam kitab Kifayah al-Thalib, hlm. 135: Nabi Saw bersabda kepada Ali, “…
dan syiahmu berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya
dengan wajah putih di sekelilingku. Aku memberikan syafaat kepada mereka. Maka
mereka kelak di surga bertetangga denganku.”
Di dalam Manaqib Ibn Maghazali, hlm. 238 juga meriwayatkannya, dan hadis itu panjang.
14. Di
dalam kitab Kifayah al-Thalib, hlm. 98 dengan sanadnya dari Ashim bin
Dhumrah dari Ali as: Rasulullah Saw bersabda, “Ada sebuah pohon yang aku
adalah pangkalnya, Ali adalah cabangnya, al-Hasan dan al-Husien adalah buahnya,
dan Syiah adalah daun-daunnya. Tidak keluar
sesuatu yang baik kecuali dari yang baik.”
Allamah al-Kanji
berkata, “Demikianlah al-Khatib meriwayatkannya dalam kitab tarikh dan
sanad-sanadnya.”
Al-Hakim meriwayatkannya juga dalam Mustadrak-nya,
3/160; Ibn Asakir dalam Tarikh-nya, 4/ 318; Muhibbudin
dalam al-Riyadh al-Nadhrah, 2/253; Ibn al-Shabagh al-Maliki dalam
al-Fushul al-Muhimmah, 11; al-Shafuri dalam Nazhah al-Majalis,
2/222. Juga dalam Yanabi al-Mawaddah karya Allamah al-Qunduzi
al-Hanafi, hlm. 257, cet. Istanbul. Diriwayatkan dari Nabi Saw: “Jangan
kalian merendahkan Syiah Ali, karena
masing-masing dari mereka diberi syafaat seperti untuk Rabi’ah dan Mudhar.”
Allamah al-Hindi meriwayatkannya
dalam Intiha al-Afham, hlm. 19, cet. Lucknow.
Di dalam Tadzkirah al-Khawwash karya Sabath bin al-Jawzi, hlm. 50, cet. Aljir dengan sanadnya dari Abu Said al-Khudri: “Nabi Saw memandang kepada Ali bin Abi Thalib dan bersabda, “Orang ini dan Syiahnya adalah orang-orang yang mendapat kemenangan pada hari kiamat.”
15. Di
dalam Firdaws al-Akhbar karya al-Dailami yang meriwayatkannya
dari Anas bin Malik: Rasulullah Saw bersabda, “Syiah Ali adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan.”
Allamah al-Mannawi meriwayatkannya di dalam Kunuz al-Haqa’iq, hlm. 88, cet. Bulaq; al-Qunduzi meriwayatkannya dalam Yanabi al-Mawaddah, hlm. 180, cet. Istanbul; Allamah al-Hindi meriwayatkannya dalam Intiha al-Afham, hlm. 222, cet. Nul Kesywar.
16. Di
dalam al-Manaqib al-Murthadawiyah karya Allamah al-Khasafi al-Turmudzi,
hlm. 113, cet. Bombay meriwayatkannya dari Ibn Abbas: Rasulullah Saw
bersabda, “Ali dan Syiahnya adalah orang-orang yang
mendapat kemenangan pada hari kiamat.”
Al-Qunduzi meriwayatkan hadis yang sama dalam Yanabi al-Mawaddah, hlm. 257; Allamah al-Hindi meriwayatkannya dalam Intiha al-Afham, hlm. 19. Keduanya dari Ibn Abbas.
17. Di
dalam tafsir ad-Durr al-Mantsur karya al-Suyuthi, 6/379, cet.
Mesir: Rasulullah Saw bersabda kepada Ali, “Engkau
dan syiahmu kembali kepadaku di al-Hawdh dalam keadaan puas.”
Al-Qunduzi meriwayatkan hadis yang sama dalam Yanabi al-Mawaddah, hlm. 182.
18. Di
dalam Tarikh Ibn Asakir, 4/318: Rasulullah Saw bersabda, “Wahai
Ali, empat orang pertama yang masuk surga adalah aku, engkau, al-Hasan, dan
al-Husien. Keturunan kita menyusul di belakang kita. Isteri-isteri kita
menyusul di belakang kita menyusul di belakang keturunan kita, dan syiah kita di kanan dan kiri kita.”
Ibn Hajar meriwayatkan dalam al-Sawa’iq al-Muhriqah, hlm. 96; Tadzkirah al-Khawwash, hlm. 31; Majma al-Zawa’id, 9/131; dan Kunuz al-Haqa’iq –dalam catatan pinggir kitab al-Jami al-Shagir- 2/16.
19. Di dalam Is’f al-Raghibin, dicetak dalam catatan pinggir kitab Nur al-Abshar, hlm. 131; al-Daruquthni meriwayatkannya secara marfu bahwa beliau bersabda kepada Ali, ”Wahai Abul Hasan, engkau dan syiahmu berada di surga.”
20. Di dalam Tarikh Baghdad, 12/289, cet.
al-Sa’adah, Mesir, meriwayatkan dengan sanadnya dari al-Sya’bi dari Ali
as: Rasulullah Saw bersabda, “Engkau dan syiahmu berada di surga.”
Akhtab Khawarizmi meriwayatkannya dalam al-Manaqib, hlm. 67. Diriwayatkan juga oleh penulis Muntakhaz Kanz al-Ummal –yang dicetak dalam catatan pinggir al-Musnad- 5/439, cet. al-Mathba’ah al-Maimanah, Mesir; dan Allamah al-Barzanji penulis al-Isya’ah fi Isyrath al-Sa’ah, hlm. 41.
21. Di dalam Majma al-Zawa’id, 9/173 meriwayatkan dari Abu Hurairah: “Rasulullah Saw bersabda kepada Ali, “Engkau bersamaku dan syiahmu di surga.”
22. Di
dalam Syarf al-Nabi Saw, karya Allamah al-Khakusyi meriwayatkan
dari Ummul Mukminin Ummu Salamah: Rasulullah Saw bersabda, “Aku
sampaikan kabar gembira kepadamu, wahai Ali. Engkau
dan syiahmu berada di surga.”
Diriwayatkan juga oleh Allamah al-Amritsari al-Hanafi dalam Rajih al-Mathalib.
23. Di
dalam Majma al-Zawa’id karya al-Haitsami: “Dalam khutbahnya
beliau Saw bersabda, “Wahai manusia, barang siapa membenci kami, Ahlul Bait,
Allah akan mengumpulkannya pada hari kiamat sebagai Yahudi.” Jabir bin
Abdullah bertanya, “Wahai Rasulullah, walaupun ia mengerjakan puasa dan
shalat?” Beliau menjawab, “Sekalipun ia mengerjakan puasa dan shalat dan
menyatakan diriya sebagai Muslim. Dengan demikian, siapa yang menumpahkan
darahnya, hendaklah ia membayar jizyah dan mereka itu kecil. Kepadaku
diumpamakan umatku dengan buah tin, lalu para pembawa bendera berlalu di
hadapanku. Maka aku memohon ampunan untuk Ali dan
Syiahnya.”
Ibn Asakir meriwayatkannya dalam kitab Tarikh-nya seperti yang terdapat dalam kitab Tahdzib-nya, juz 6/67, cet. al-Turuqqi, Damaskus, dari Jabir bin Abdullah.
24. Di
dalam al-Manaqib al-Murthadawiyah, hlm. 116, cet. Bombay, karya Allamah
al-Kasyafi al-Turmudzi, bahwa Anas meriwayatkan dari Nabi Saw: Beliau
bersabda, “Mengabarkan kepadaku Jibril dari Allah Swt, bahwa Allah Swt
mencintai Ali dengan kecintaan yang tidak diberikan kepada para malaikat, para
nabi, dan para rasul. Tidak ada tasbih yang ditujukan kepada Allah, melainkan
darinya Dia menciptakan satu malaikat yang memohonkan
ampunan bagi orang yang mencintainya dan syiahmu hingga hari kiamat.”
Allamah al-Qunduzi al-Hanafi dalam Yanabi al-Mawaddah, hlm. 256, cet. Istanbul meriwayatkan hadis ini dari Anas seperti di atas, tetapi tanpa kalimat “para nabi dan para rasul.”
Semua nash-nash ini sudah memadai bagi orang yang
menginginkan hidayah. Kami berharap, setelah ini Anda
tidak lagi mengulang-ulang perkataan yang membingungkan, bahwa yang
mendirikan mazhab Syiah adalah Abdullah bin Saba’ si Yahudi ataupun
tuduhan-tuduhan (fitnah) lainnya yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
Kebingungan telah hilang
dengan Al-Qur’an dan hadis Nabi Saw. Telah dijelaskan kepada Anda bahwa apa
yang Anda duga tentang Syiah hanyalah kebatilan-kebatilan
yang dibuat kaum Khawarij dan kebohongan-kebohongan kaum Nashibi (pembenci
keluarga Nabi) dari kalangan Bani Umayyah dan lain-lain.
Sayang sekali –disadari atau tidak- Anda, para ulama, telah
mengajarkan dusta kepada para pengikut Anda. Anda telah menyamarkan kebenarkan
dan hakikat Syiah kepada mereka dari yang Anda ketahui dan yang Anda tidak
ketahui.
Kini Anda tahu bahwa Syiah adalah para pengikut Nabi Muhammad Saw dari awal, bukan para pengikut Yahudi, dan bahwa penamaan Syiah kepada orang-orang yang setia, pencinta, pengikut dan pembela Ali datang dari Nabi Islam dan pemberi petunjuk manusia, Muhammad Saw. Hal itu telah dikemukakan berulang kali di tengah para sahabat Nabi Saw sehingga menjadi julukan bagi kawan-kawan setia dan para pembela Ali as, sebagaimana Anda telah dengar dan baca riwayat-riwayat dan hadis-hadis yang kami nukil.
[1] Masalah ini telah diteliti
oleh Prof. Muhammad Kurdi Ali, seorang peneliti
kontemporer dari kalangan ahlus sunnah. Ia
anggota al-Majma’ al-Ilmi al-Arabi (Dewan Ilmiah Arab) di Damaskus, dewan yang
menugaskannya melakukan penelitian masalah Syiah. Ia telah menuliskan hasil
penelitiannya dalam bukunya Khuthath al-Syam, juz 5, hlm. 251-256.
Berikut ini teksnya:
Sekelompok sahabat
terkemuka dikenal sebagai para pengikut setia Ali as pada zaman Rasulullah Saw,
seperti:
1. Salman
al-Farisi yang mengatakan, “Kami membaiat Rasulullah sebagai kesetiaan
kepada kaum Muslimin, serta mengakui keimaman Ali bin Abi Thalib dan setia
kepadanya.”
2. Abu
Said al-Khudri yang mengatakan, “Manusia diperintah dengan
3. Abu Dzar al-Ghifari, Ammar bin Yasir,
Hudzaifah bin al-Yaman, Dzu al-Syahadatain (yang melakukan dua kali
shahadat) Khuzaimah bin Tsabit, Abu Ayyub al-Anshari, Khalib bin Sa’id bin
al-Ash, dan Qais bin Sa’ad bin Ubadah.
Setelah melakukan
penelitian yang mendalam, ia menulis: “Adapun yang diungkapkan sebagian penulis
bahwa mazhab Syiah adalah bid’ah yang dibuat oleh Abdullah bin
Ia pun berkata, “Di
Damaskus, dikenal bahwa zaman (kemunculan) mereka adalah abad pertama
hijriyah.”
Penelitian ini dilakukan oleh professor yang bukan penganut Syiah. Hasil penelitian itu sudah memadai bagi mereka yang ingin mencari kebenaran.
[2] Ibnu Khaldun di dalam Muqaddimah-nya
hlm. 138 mengatakan, “Ketahuilah bahwa Syiah dalam pengertian bahasa adalah
para sahabat dan para pengikut. Tetapi dalam istilah para fukaha dan ahli kalam
klasik dan kontemporer berarti para pengikut Ali dan keturunannya.”
Ibn Atsir dalam kitabnya Nihayah
al-Lughah tentang arti kata Syiya’: “Syi’ah adalah kelompok orang, baik
untuk seorang, dua orang, maupun jamak, baik laki-laki maupun perempuan dengan
satu lafaz dan satu arti. Namun, pada umumnya kata ini digunakan untuk setiap
orang yang mengatakan bahwa ia setia kepada Ali bin Abi Thalib ra dan Ahlul
Baitnya. Sehingga kata ini menjadi sebutan khusus bagi mereka. Jika ada yang
mengatakan, “Si fulan adalah Syiah”, dimaklumi bahwa ia adalah bagian dari
mereka. Tentang mazhab Syiah pun demikian. Bentuk jamaknya adalah syiya’ dan
asalnya dari kata al-masyayi’ yang berarti mengikuti dan patuh.
[3] Al-Hafizh Abu Nu’aim
adalah ulama terkemuka dan ahli hadis di kalangan ahlus sunnah. Ibn Khalkan
dalam kitabnya Wafiyat al-A’yan mengatakan bahwa ia termasuk para perawi hadis
terpercaya dan ahli hadis yang andal. Kitabnya Hilyah al-Awliya yang mencapai
10 jilid merupakan kitab terbaik.
Shalahuddin al-Shafadi
dalam kitabnya al-Wafi bi al-Wafiyat menyebutkan, “Mahkota ahli hadis adalah
al-Hafizh Abu Nu’aim.”
Muhammad bin Abdullah
al-Khattib dalam kitabnya Misykat al-Mashabih mengatakan, “Ia termasuk para
guru hadis tsiqat yang hadis-hadis mereka diterima, dan pendapat-pendapat
mereka menjadi rujukan. Usianya mencapai 96 tahun.”
[4] Al-Manaqib, hadis kedua
dalam pasal 17 dalam penjelasan ayat yang turun berkenaan dengan diri Ali bin
Abi Thalib.
[5] Tadzkirah Khawwash
al-Ummah, hlm. 56. Di situ ia menyebutkan dengan sanad yang disebutkan dari Abu
Said al-Khudri: “Nabi Saw memandang kepada Ali bin Abi Thalib, lalu bersabda,
“Orang ini dan para pengikutnya (syiah) adalah orang-orang yang mendapat
kemenangan pada hari kiamat.”
[6] Allamah Muhammad bin
Yusuf al-Qurasyi al-Kanji al-Syafi’i meriwayatkannya dalam kitabnya Kifayah
al-Thalib, bab 62 dari Yazid bin Syarahil. Al-Hafizh Muwaffiq bin
Ahmad al-Makki al-Khawarizmi menyebutkannya dalam Manaqib Ali as.
[7] Manaqib Ali as,
pasal 9, hadis no. 10.
[8] Allamah al-Kanji
al-Syafi’i meriwayatkannya di dalam kitabnya Kifayah al-Thalib, bab
62 dengan sanad dari Jabir bin Abdullah al-Anshari: “Demikianlah ahli
hadis dari Syam meriwayatkannya dalam kitabnya melalui berbagai sanad.”
[9] Ulama lain yang juga
meriwayatkannya adalah al-Kanji al-Syafi’i dalam Kifayah al-Thalib,
bab 62.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar