Dari Abu Laila al-Ghifari dari Nabi Saw yang bersabda, “Sepeninggalku akan ada fitnah. Jika itu terjadi, maka berpeganglah kepada Ali, karena dialah al-Faruq antara kebenaran dan kebatilan"

Sabtu, 04 Mei 2024

Tuduhan: Syiah Mengkafirkan Sahabat Nabi Saw?

 

Referensi: Tim Ahlul Bait Indonesia, Syiah Menurut Syiah, hlm. 137-142, penerbit DPP Ahlul Bait Indonesia, cetakan III, Oktober 2014/Dzulhijjah 1435 H.

 

Di dalam buku Panduan MUI halaman 26 menyatakan: “Secara umum Rafidhah adalah kelompok Syiah yang berdusta mendukung Ahlul Bait dan salah mempersepsikannya, dengan menolak Abu Bakar, Umar dan sebagian besar sahabat Nabi Saw disertai sikap mengkafirkan dan mencaci mereka, karena diklaim bahwa para sahabat telah mengingkari dan menentang nash wasiat penunjukkan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah setelah Rasulullah Saw.”

Tanggapan:

Pernyataan yang mengatakan bahwa Syiah mengkafirkan dan mencaci sahabat, tidaklah benar. Sebagaimana penjelasan kami sebelumnya, pernyataan tersebut tidak lebih sebagai ucapan yang tidak memiliki dasar argumentasi. Syiah hanyalah mengelompokkan sahabat Nabi ke dalam beberapa golongan sebagaimana tertera dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis, dan tidak mengkafirkan mereka. Misalnya, Syiah meyakini dan mengikuti apa yang tertera dalam ayat Al-Qur’an berikut ini:

“Di antara orang-orang Arab yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar. (QS. Al-Taubah [9]: 101)

Kata-kata “Al-A’rab” dalam ayat di atas telah dijelaskan oleh hadis di bawah ini:

“Lalu Umar berkata; "Aku berwasiat kepada khalifah sesudahku agar mengerti hak-hak sahabat Muhajirin yang pertama, dan menjaga kehormatan mereka. Dan saya berwasiat agar berbuat baik terhadap sahabat-sahabat Anshar, yaitu orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum kedatangan mereka (Muhajirin). Dan agar menerima orang-orang baik mereka dan memaafkan orang-orang jahat mereka. Dan aku berwasiat kepadanya agar berbuat baik dengan penduduk kota, karena sesungguhnya mereka adalah pembela agama Islam, gudang harta dan keras hati terhadap musuh. Dan agar jangan diambil, melainkan yang tersisa dari ridha mereka. Dan aku berwasiat agar berbuat baik dengan orang-orang Arab, karena mereka adalah nenek moyang bangsa Arab dan perintis Islam…”[1]

Selain Al-Qur’an, Hudzaifah bin Al-Yaman pernah mengatakan ada dua belas sahabat yang munafik sebagaimana tertera dalam hadis berikut:

“Qais berkata, “Aku bertanya kepada Ammar, “Apa pendapat kalian terhadap apa yang kalian lakukan tentang masalah Ali? Apakah itu hanya sekedar pandangan kalian saja atau Rasulullah Saw menjanjikan sesuatu kepada kalian?” Dia menjawab, “Rasulullah Saw tidak menjanjikan sesuatu kepada kami juga kepada semua orang, tetapi  Hudzaifah mengabarkan kepada kami dari Nabi Saw bersabda, “Ada dua belas orang diantara sahabatku yang sebenarnya mereka adalah orang munafik, delapan diantaranya sebagaimana firman Allah, “Dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum,” (QS. Al-A’raf [7]: 40) sedangkan yang empat orang lagi aku lupa yang telah dikatakan Syu’bah terhadap empat orang tersebut.”[2]

Terdapat pula riwayat dalam kitab ulama muslimin yang menyatakan bahwa banyak sahabat Nabi Saw yang telah kembali murtad sepeninggal beliau Saw. Namun anehnya, mengapa pecinta Bani Umayyah yang senantiasa mengkafirkan Syiah tidak memberikan penilaian terhadap riwayat tersebut? Sebab, sebelumnya mereka telah menuduh bahwa muslim Syiah adalah kelompok yang selalu mencaci dan mengkafirkan sahabat Nabi Saw. Oleh sebab itu, secara otomatis mereka juga telah menuduh Bukhari sebagai Rafidhah karena memuat riwayat tentang adanya sahabat Nabi yang murtad, sebagaimana tercantum dalam kitabnya:

“Abu Hurairah ra, Nabi Saw bersabda, “Ketika aku berdiri, tiba-tiba ada sekelompok orang. Sehingga ketika aku telah mengenali mereka, keluarlah seorang laki-laki dari tempat di antara aku dan mereka, lalu ia berkata, “Kemarilah!” Aku bertanya, “Kemanakah?” Dia menjawab, “Demi Allah, ke neraka.” Aku bertanya, “Apa urusan mereka?” Dia menjawab, “Sesungguhnya mereka itu kembali ke belakang (murtad dari agama Islam) setelah (wafat)mu.” Kemudian tiba-tiba ada sekelompok orang lagi. Sehingga ketika aku telah mengenali mereka, keluarlah seorang laki-laki dari tempat diantara aku dan mereka, lalu ia berkata, “Kemarilah!” Aku bertanya, “Kemana?” Ia menjawab, “Demi Allah, ke neraka.” Aku bertanya, “Apa urusan mereka?” Ia menjawab, “Sesungguhnya mereka kembali ke belakang.” Lalu aku tidak melihat orang yang selamat diantara mereka, kecuali (hanya sejumlah orang) seperti binatang ternak yang dibiarkan berkeliaran.”[3]

Abu Hurairah ra berkata, “Bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Sekelompok sahabatku akan datang kepadaku pada hari kiamat, mereka diusir dari telaga, maka aku berkata, “Wahai Tuhanku, (mereka adalah) sahabat-sahabatku.” Lalu Allah berfirman, “Sesungguhnya kamu tidak mengetahui hal-hal baru yang mereka ciptakan sepeninggalmu, sesungguhnya mereka itu kembali murtad.”[4]

Riwayat yang telah kita baca bersama tersebut juga telah diakui oleh Alu Al-Syaikh, yang merupakan seorang ulama pengikut Ibnu Taimiyyah:

“Setiap Nabi memiliki telaga Haud… akan tetapi sebagian besar ulama berpendapat bahwa Nabi kita Saw memiliki telaga Haud dan Nabi-Nabi yang lain juga memilikinya. Bedanya adalah kalau telaga Haud Nabi kita, banyak memiliki kekhususan dari telaga Haud yang lain, salah satu cirri khasnya adalah banyaknya yang datang ke telaga Haud ini, ada yang diterima untuk meminumnya ada pula yang ditolak… yang diterima untuk meminumnya adalah orang-orang yang tidak membuat hal baru dalam syariat agama (ahdats), sedangkan mereka yang ditolak adalah orang-orang yang membuat hal baru dalam syariat agama, lalu Rasulullah Saw bersabda, “Sahabatku, sahabatku!” Ada juga lafadz hadis berbeda, “Umatku, umatku!” Maka dikatakan kepada Rasulullah Saw, “Engkau tidak mengetahui apa yang mereka lakukan setelah engkau wafat.”[5]

Alu Al-Syaikh meyakini bahwa terdapat sekelompok sahabat yang ditolak untuk minum dari telaga. Namun anehnya, mengapa jika penafsiran riwayat tersebut datangnya dari pecinta Ahlul Bait, maka pasti akan dituduh telah melakukan penghinaan terhadap sahabat Nabi Saw? Sedangkan jika kelompok pengikut Ibnu Taimiyyah yang menjelaskan sabda Nabi tentang riwayat tersebut, maka mereka diam seribu bahasa?■ 



[1] Imam Al-Bukhari, Shahih Bukhari, op.cit., h. 906, hadis 3700, kitab Fadhail Al-Shahabah, bab Qissash Al-Bai’ah, cet. 1, Dar Al-Fikr, Beirut, Lebanon, 2000 M (1420 H).

[2] Al-Imam Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, op. cit., h. 1369, hadis 6929, kitab Shifah Al-Munafiqin wa Ahkamuhum. Bandingkan dengan riwayat Ahmad dalam Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal, j. 38, h. 345, hadis 23319.

[3] Imam Al-Bukhari, Shahih Bukhari, op. cit, h. 1656-7, hadis 6587, kitab Al-Riqaq, bab Fi Al-Haudh. Bandingkan juga dengan hadis 6576, 6582, 6583, 6584, 6585, 7048, 7049, 7050, 7051. Imam Muslim, Shahih Muslim, h. 1152, hadis 5890, kitab Al-Fadhail, bab Itsbat Haudh Nabiyyina wa Shifatihi, cet. 1, Dar Al-Fik, Beirut, Lebanon, 2002. Juga lihat dua buah hadis dalam riwayat Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal, j. 38, hadis 23290 dan 23393, j. 21, hadis 13991.

[4] Imam Al-Bukhari, Shahih Bukhari, op. cit., h. 1656, hadis 6585, kitab Al-Riqaq, bab Fi Al-Haudh.

[5] Abdullah bin Ahmad bin Qudamah Al-Maqdisi, (Syarh) Lum’ah Al-I’tiqad Al-Hadi ila Sabil Al-Rasyad, h. 131, syarah Shaleh bin Abdul Aziz Alu Al-Syaikh, cet. 1, Maktabah Dar Al-Minhaj, Riyadh, Saudi Arabia, 1432 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar