AL-MAHDI DAN WUDHU
Metode serupa juga dilakoni oleh al-Mahdi al-Abbasi. Dia selalu ingin
mengetahui siapa saja yang dapat
menembus dinding kekuasaannya dalam kasus wudhu Nabi yang benar. Daud bin
Zarbi juga tak lepas dari pantauan seputar persoalan wudhu. Ini berarti mata-mata
kerajaan selalu memperhatikan bahwa wudhu
dua usapan (mengusap dua bagian wudhu) adalah cara yang mudah untuk
mengenali orang-orang yang berseberangan
dengan kerajaan Abbasiah dan Madrasah ljtihad
dan al-Ra'yu.
Diriwayatkan dari Daud bin Zarbi
yang berkata, "Aku bertanya kepada al-Shadiq tentang wudhu. Beliau berkata
kepadaku, “Berwudhulah tigakali-tigakali.” Kemudian beliau berkata kepadaku, “Bukankah Baghdad dan bala tentaranya
selalu mengintai?”
Aku menjawab, “Benar.”
Daud
mengisahkan, "Suatu hari, aku berwudhu di rumah al-Mahdi. Dia
melihat sebagian dari wudhuku, sedangkan aku sendiri tak mengetahui tentang hal
itu. Dia kemudian berkata, “Bohonglah orang yang menyangka bahwa engkau adalah rafidhi sedangkan engkau berwudhu seperti
ini.”
Kemudian aku berkata, “Demi Allah,
karena inilah beliau memerintahkanku (untuk
berwudhu dengan wudhu ghasli - penerj).[1]
Riwayat di atas menguatkan berkesinambungannya
pertikaian seputar persoalan wudhu, serta tekanan para penguasa terhadap pentingnya
mengamalkan wudhu Usmani (ghasli) dan meninggalkan wudhu Nabawi (mashi).
Sebagaimana Anda ketahui, al-Mahdi al-Abbasi
adalah orang yang tidak suka kepada Imam Ali dalam hal hukum dan kepemimpinan.
Sebab, tatkala al-Qasim bin Mujasyi' al-Tamimi menyodorkan wasiatnya kepada
al-Mahdi; di mana dalam surat tersebut, setelah dia bersaksi akan wandaniyah
(keesaan) Allah dan kenabian Muhammad ,
dia menulis, “Dan Ali bin Abi Thalib adalah washi Rasulullah
saw dan pewaris kepemimpinan setelah beliau,” ketika sampai pada tulisan ini,
al-Mahdi langsung melempar wasiat tersebut dan tak mau melihat isi surat itu.”[2]
Al-Mahdi pun langsung bertanya kepada
Syuraik, yang pada saat itu menjabat sebagai hakim, "Apa pendapatmu
tentang Ali bin Abi Thalib?"
Dia menjawab, "Seperti yang dikatakan kakekmu al-Abbas dan
Abdullah."
Al-Mahdi bertanya, "Apa yang mereka berdua katakan?"
Syuraik menjawab, "Adapun Abbas, dia telah meninggal dunia,
tetapi di mata beliau, Ali adalah sahabat yang paling utama. Dialah rujukan
sahabat-sahabat besar dari kaum muhajirin tentang ayat-ayat al-Quran, dan dia tidak pernah
merasa perlu kepada siapapun, bahkan untuk mengambil haknya. Itu dilakukannya karena Allah. Adapun Ali bin Abi Thalib, di
mata Abdullah, adalah orang yang menghantam musuh-musuh yang berada di hadapannya
dengan dua pedangnya. Dialah pemimpin yang sangat kuat dan dipatuhi dalam
setiap peperangan. Seandainya kepemimpinannya itu berada di atas kezaliman,
maka ayahmu adalah orang pertama yang tidak
mendukungnya; karena pengetahuannya
tentang agama Allah dan
penguasaannya akan hukum-hukum Allah." Al-Mandi langsung terdiam
seribu bahasa. Tak lama berselang, dia membuang Syuraik ke luar
Itu merupakan bukti permusuhan mereka terhadap
metode Imam Ali, baik dalam hal wasiat, kekhalifahan, dan hukum. Sebagaimana
Anda ketahui, di antara hal yang tidak mereka sukai dan tidak mereka terima
adalah persoalan wudhu (mashi).[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar