Dari Abu Laila al-Ghifari dari Nabi Saw yang bersabda, “Sepeninggalku akan ada fitnah. Jika itu terjadi, maka berpeganglah kepada Ali, karena dialah al-Faruq antara kebenaran dan kebatilan"

Beginilah Wudhu Sang Nabi: Pengantar

  


PENGANTAR

Bismillahi Rahmaanirrahim

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Muhammad Rasulullah Saw beserta keluarga sucinya.

Sebenarnya, buku kecil bersahaja yang ada di hadapan Anda ini, adalah sebuah rangkaian "pembahasan seputar wudhu Nabi (Saw)" serta ringkasan dari pembahasan sangat luas dari sudut pandang sejarah yang disampaikan penulisnya, Ustadz Ali al-Syahristani. Dan (buku kecil ini) juga membahas tentang misteri di balik terjadinya perselisihan di antara kaum muslimin di seputar wudhu Nabi (Saw), meskipun seharus­nya perselisihan tentang persoalan seperti wudhu, yang telah ditegaskan dalam nash al­-Quran ini, tidak perlu terjadi. Al-Quran menyebutkan:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (al-Maidah:6).

Rasulullah Saw telah menjelaskan hukum­-hukum, kewajiban, cara, hal-hal yang mem­batalkan, dan apa saja yang harus dilakukan, dengan sebaik-baik penjelasan, serta selalu mempraktikkannya di hadapan kaum muslimin di sepanjang kehidupan mulia beliau, sebagai­mana kaum muslimin juga selalu mempraktik­kannya sesuai dengan yang beliau ajarkan kepada mereka.

Dalam beberapa tahap pembahasan, penulis menyatakan bahwa terdapat dua bukti yang mengungkap sebuah fakta; bahwa terjadinya perbedaan dalam hal wudhu terjadi pada masa Usman bin Affan. Beliau juga menegaskan bahwa penyelidikan sejarah membuktikan tidak adanya perbedaan dalam persoalan wudhu dimasa sebelum Usman; tidak terjadi di zaman Rasulullah Saw dan tidak pula terjadi pada masa syaikhain (Abu Bakar dan Umar).

Kemudian, menjadi jelaslah bahwa Usman bin Affan adalah orang pertama yang mendalangi serta menjadi penggagas utama munculnya wudhu dengan model baru. Ini terbukti dengan terjadinya dua kutub yang berseberangan antara dirinya dengan sahabat-sahabat besar dalam banyak persoalan yang menyangkut hukum-hukum agama, terlebih adanya perbedaan antara dirinya dengan mereka dalam hukum-hukum yang menyang­ut persoalan politik dan administrasi. Khususnya yang terjadi pada enam tahun terakhir masa kekhalifahannya; pada masa ini Anda dapat melihat bagaimana Usman berpura-pura­ tak tahu atas apa yang disanggahkan oleh para penentang tentang (cara) wudhunya, padahal mereka ahli hadis.

Sikap pura-pura itu dia tunjukkan dengan ucapannya: "Mereka meriwayatkan hadis-hadis dari Rasulullah Saw yang tidak kuketahui apa sebenarnya; yang kutahu adalah aku pernah melihat Rasulullah Saw berwudhu ..."

Kemudian, dia melakukan tiga basuhan dalam wudhunya. Pada setiap basuhan itu dia bersikap seperti seorang tertuduh yang mencari saksi. Maka, dia pun meminta kesaksian atas (kebenaran cara) berwudhu itu dari para sahabatnya. Dan dia mengiringi semua wudhunya itu dengan tawa dan senyuman; mengajak semua orang untuk melakukan hal yang sama dengan dirinya. Dalam upaya menyosialisasikan wudhu model baru itu, dia pun duduk (dan menjelaskan hal itu) di tempat-­tempat yang strategis.

Silang pendapat mencegah kami untuk inenyebutkan identitas orang-orang yang berseberangan dengan Usman dalam hal wudhu dan persoalan lain, dan kami tahu bahwa mereka itu adalah kelompok ahli hadis dan para sahabat terkemuka. Sebagaimana yang telah terbukti dalam sejarah bahwa penyebab terbunuhnya Usman lebih disebabkan oleh banyaknya bid'ah yang dimunculkannya ketimbang buruknya kebijakan-kebijakan yang berkait dengan harta, administrasi, dan politik.

Dikarenakan buku ini beroleh sambutan yang begitu luas dari para pembaca, sehingga dalam kurun lima tahun buku ini telah meng­alami cetak ulang sebanyak lima kali, dan sebagian saudara dan pembaca mulia meminta kami untuk meringkas, menyusun, dan memberikan intisari atas buku ini - untuk memper­mudah sehingga menjangkau semua kalangan ­dan beranjak dari rasa perlu kami untuk mengabulkan­ keinginan mereka. Maka, sembari memohon pertolongan dari Allah, kami mulai meringkas dan menyusunnya kembali sebagai bentuk perwujudan khidmat kepada agama, ilmu pengetahuan, dan alam pemikiran. Apabila pembaca mendapatkan kesulitan atau kerumitan dalam pembahasan (yang ada di dalamnya), kami persilakan merujuk ke buku aslinya agar persoalan tersebut menjadi jelas.

Akhirnya, kami bermohon kepada Allah agar buku ini bermanfaat bagi kita, Islam, dan kaum muslimin. Agar (dengan buku ini) kita semua dapat melangkah ke depan dan terbebaskan dari kejumudan berpikir yang telah dibangun pada masa-masa lampau dan sengaja ditujukan untuk mematikan hakikat yang sesungguhnya.[]

Qais al-'Athar


Tidak ada komentar:

Posting Komentar