ORANG PERTAMA YANG
MENEBAR BENIH PERSELISIHAN
Sebelum membahas
persoalan ini, sudah seharusnya kami ketengahkan
terlebih dahulu sebagian nash yang menukil tentang wudhu ala Usman
bin Affan, agar dalam persoalan ini Anda dapat menarik kesimpulan yang
benar:
1.
Muslim menulis dalam Shahih-nya dengan
sanad dari Himran, budak Usman, yang
berkata, ”Aku membawaka,n
air wudhu untuk Usman. Kemudian dia
berwudhu (dengan air itu), lalu berkata, “Orang-orang memperbincangkan
hadis-hadis dari Rasulullah saw yang tidak aku
ketahui. Yang kutahu adalah bahwa aku pernah melihar Rasulullah berwudhu
seperti wudhuku."[1]
Kemudian dia berkata, “Barangsiapa berwudhu seperti ini akan diampuni
dosanya di masa lalu.”[2]
2. Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad-nya dari Muhammad
bin Abdullah bin Abi Maryam, yang berkata, "Aku bertandang ke rumah
Ibnu Darah (budak Usman). Dia mendengar aku sedang
berkumur-kumur. Kemudian dia berkata, “Hai Muhammad.” Aku menjawab, “Labbaik.”
Dia berkata, “Maukah kuberitahu wudhu Rasulullah saw?”
Aku berkata, “Ya, aku mau.”
Dia berkata, “Aku pernah melihat
Usman, ketika
itu berada di al-Maqaid...."[3] Kemudian dia menunjukkan
cara wudhu yang diajarkm Usman. Dalam
riwayat itu disebutkan, “Budak Usman itu mengusap kepalanya tiga kali membasuh kedua kakinya.”[4]
Al-Daruquthni
menyebutkan (dalam Sunan-nya) dengan sanad dari
Muhammad bin Abi Abdillah bin Abi Maryam,
dari Ibnu Darah, yang berkata, "Aku
masuk ke rumahnya—maksudnya rumah
Usman. Dia mendengarku, yang ketika itu dalam keadaan
berkumur-kumur. Maka dia berkata, “Hai
Muhammad.” Aku berkata “Labbaik.”
Dia berkata, “Maukah kuberitahu sebuah hadis dari Rasulullah saw?”
Aku berkata, “Ya”
Dia berkata, “Aku pernah
melihat Rasulullal saw di al-Maqa'id…” Kemudian dia mempraktikkan wudhu ala Usman.”
Dalam riwayat itu juga
disebutkan, “Dan dia pun mengusap kepalanya tiga kali dan membasuh kedua
kakinya masing-masing tiga kali kemudian
berkata, “Inilah wudhu Rasulullah saw yang ingin kutunjukkan padamu.”[5]
3. Al-Daruquthni juga menyebutkan,
dengan sanad dari Umar bin Abdul Rahman, yang berkata, "Kakekku memberitahukan padaku bahwa Usman bin Affan keluar menemui salah seorang sahabatnya,
kemudian duduk di atas al-Maqa'id. Dia meminta diambilkan air wudhu. Kemudian
dia berkata:
“Sebelumnya aku berwudhu dengan suatu cara, tetapi kini aku ingin
menunjukkan padamu bagaimana cara Rasulullah saw berwudhu.”[6]
4. Dan dari Shahih Muslim dengan
sanad dari Zuhri; tetapi Urwah meriwayatkan dari Himran, yang berkata:
“Demi Allah, aku pasti
akan menyampaikan sebuah hadis kepada
kalian. Demi Allah, kalau bukan
karena sebuah ayat dari Allah, sudah pasti
aku tak akan menyampaikan hadis kepada kalian... Sesungguhnya aku pernah
mendengar bahwa Rasulullah saw bersabda, “Seseorang
tidak akan berwudhu dan memperbaiki wudhunya, kemudian dia shalat,
melainkan dosanya di antara wudhu dan shalatnya terampuni.”
Urwah berkata, "Ayat itu adalah:
“Sesunggulinya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah Kami
turunkan berupa penjelasan-penjelasan
dan petunjuk”,
hingga ayat:
“Dan
orang-orang yang melaknat."[7]
5. Diriwayatkan
dari Himran, yang berkata, "Aku membawakan air wudhu untuk Usman. Maka dia pun berwudhu (dengan air itu) untuk mendirikan
shalat. Kemudian dia berkata:
“Aku mendengar Rasulullah
saw bersabda, “Barang siapa berwudhu dan
benar-bena bersih, maka dosanya di masa lalu akan diampuni.”
Kemudian, dia
menoleh ke arah para sahabatnya seraya berkata, “Hai
fulan, apakah engkau pernah mendengar hadis
tersebut dari Rasulullah Saw?"
Sehingga, tiga
sahabatnya bersuara; masing-masing mereka berkata, “Kami pernah mendengarnya (dari Rasulullah saw).”[8]
6.
Diriwayatkan dari Himran (budak Usman),
yang berkata, "Usman meminta diambilkan air wudhu, kemudian
dia berwudhu dengan air tersebut. Setelah itu, dia tertawa.
Kemudian dia berkata:
“Tidakkah kalian bertanya
kepadaku mengapa
aku tertawa?”
Mereka bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, apa yang
membuatmu tertawa?”
Usman menjawab:
“Aku pernah melihat Rasulullah saw berwudhu, sama seperti aku berwudhu...”[9]
Juga diriwayatkan
dari Himran yang berkata, “Aku pernah melihat Usman meminta air wudhu. (Kemudian dia mulai berwudhu). Setelah itu dia tertawa dan kemudian berkata:
“Tidakkah kalian bertanya padaku tentang apa yang
membuatku tertawa?”
Kami bertanya, “Apa yang membuat Anda tertawa, wahai
Amirul Mukminin?”
Usman menjawab:
“Yang membuatku tertawa
adalah bahwa seorang hamba, apabila membasuh wajahnya, niscaya Allah menghapus semua kesalahan yang menimpa wajahnya..."[10]
7. Diriwayatkan dari Abdul Rahman al-Bailami
dari Usman, bahwa dia berwudhu di al-Maqa'id (tempat
wudhu), kemudian dia membasuh kedua
tangannya masing-masing tiga kali, membasuh kedua kakinya
masing-masing tiga kali. Dan tatkala sedang berwudhu, seseorang mengucapkan
salam kepadanya, tetapi dia tidak menjawab salam orang tersebut hingga selesai
berwudhu. Setelah itu dia meminta maaf
kepada seraya berkata:
“Tiada yang menghalangiku menjawab salammu kecuali bahwa aku pernah
mendengar Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa berwudhu seperti ini dan tidak berbicara, kemudian mengucapkan: Asyhadu An
La-ilaha Illallahu Wandahu Lasyarikalah, Wa asyhadu Anna
Muhammadan `
Juga diriwayatkan dari
al-Bailami bahwa dia mcnyaksikan Usman
berwudhu di tempat wudhu, kemudian
seseorang mengucapkan salam, tetapi Usman tidak menjawab salamnya. Usai berwudhu, barulah dia menjawab salamnya dan
meminta maaf seraya berkata:
“Aku pernah melihat
Rasulullah saw tengah berwudhu, kemudian datang seseorang memberi salam kepadanya, tetapi beliau tak menjawab
salam orang.”[12]
Sebelumnya
telah kita singkap sebagian wajah yang menunjukkan siapa yang menjadi dalang di
balik munculnya perselisihan. Telah kami jelaskan tentang banyaknya bukti yang menunjukkan bahwa Usman bin Affan-lah orang
pertama yang memunculkan perbedaam dalam wudhu. Kaum muslimin sendiri pada masa hidupnya tidak mengindahkan ucapan dan perbuatannya;
sebagaimana Anda tahu mereka juga berselisih
dengannya. Namun para penguasa—baik Bani Umayyah maupun Bani Abbasiyah—selalu
menekankan wudhu ala Usman bin Affan demi kepentingan-kepentingan yang
mereka inginkan di masa-masa berikutnya.
Dan
kita telah mengetahui bagaimana Usman bin Affan—melihat
banyaknya orang yang mengusap kedua kaki mereka serta meriwayatkan hadis dari
Rasulullah saw dan kuatnya argumentasi mereka —mundur dan mengambil sikap yang menunjukkan kelemahannya di hadapan mereka, sambil mengisyaratkan kepada kuatnya kelompok yang menentangnya. Ini dapat
diketahui dengan beberapa alasan berikut:
1. Usman tidak menuduh "para
penentangnya" itu dengan berbohong atau melakukan bid'ah, tetapi menyifati mereka sebagaiperiwayat
hadis. Dia tidak meragukanmereka. Pengakuan yang muncul dari lisannya adalah
bahwa orang-orang yang memperbincangkan hadis Rasulullah saw itu bukanlah
pembohong atau ahli bid'ah. Seandainya
mereka dernikian adanya, tentu Usman menuding mereka sebagai ahli bohong,
bid'ah dan sebagainya, sebagaimana mereka menyandarkan hal tersebut (kebohongan
dan bid'ah) kepada Usman. Dia malah
berpura-pura tidak tahu tentang hadis-hadis yang mereka riwayatkan dengan
perkataannya, "Aku tak tahu apa yang mereka katakan." [)an dengan ungkapan
ini, Usman menyingkap jati diri serta kedudukan (para penentangnya) itu kepada
kita secara umum.
2. Seandainya orang-orang yang selalu memperbincangkan hadis-hadis Rasulullah saw itu
adalah dalang terjadinya perselisihan, tentu Usman bin Affan dapat menggunakan salah satu di antara tiga metode berikut:
Pertama, penangkalan yang
keras. Inilah metode yang dilakukan Umar bin Khattab terhadap Dhabi' bin 'Usl
al-Hanzhali.[13] Dan
metode ini pula yang digunakan Usman terhadap para sahabat dalam
cakupan yang luas dalam berbagai persoalan.[14]
Kedua, meminta
pertolongan. Dia akan meminta kaum muslimin
untuk menolongnya agar dapat
menghakimi apa saja yang telah mereka
masukkan ke dalam agama, sebagaimana disebutkan tentang pembenaran yang
dilakukan oleh Abu Bakar atas serangannya terhadap suku Malik bin Nuwairah
serta suku-suku lainnya, bahwa mereka adalah
orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat!
Ketiga, mengajak berdialog, yaitu
Usman dapat mengajak "orang-orang yang membicarakan hadis-hadis Rasulullah
saw" untuk berdialog dengan menggunakan
dalil, agar, kaum muslimin mengetahui kedudukan ilmiah mereka; siapa tahu
di antara mereka ada yang kembali pada jalur yang benar. Inilah metode yang
diterapkan Imam Ali tatkala mengutus Abdullah bin Abbas untuk berdialog dengan orang-orang Khawarij. Akhirnya, sebagian mereka
ada yang kembali ke jalan yang benar.
Tetapi, kami tidak melihat
Usman menggunakan satupun metode di atas untuk menghadapi mereka, bahkan dia
tampak dalam posisi tertuduh. Padahal dia telah biasa menggunakan cara
kekerasan dalam hidupnya, di antaranya tindak kekerasan yang dilakukan ketika
mengusir para penentangnya dan menyerahkan mereka
kepada Said bin Ash di Kufah. Sebagaimana,
dia juga telah mengusir Abu Dzar, melarang cara baca (al-Quran) Abdullah
bin Mas'ud dan mematahkan sebagian tulang rusuknya, memukul Ammar bin Yasir dan
menginjak-injaknya hingga terkena hernia, mengancam Ali karena turut
mengantarkan Abu Dzar ke tempat pengasingan dan penentangan beliau atas usaha
pengasingan Ammar bin Yasir.[15]
Perlu diperhatikan, meski
Usman bin Affan berkarakter keras, dia tampak tenang tatkala menyampaikan semua ijtihad (pendapat
pribadi)nya, dan ketika sebagian
kaum muslimin menentang ijtihad-ijtihad-nya. Ketika ditentang dalam persoalan menyempurnakan
(tidak meng-qashar) shalat di Mina, dia berkata, "Ini adalah hasil ijtihad-ku.”[16]
Dan ketika Imam Ali
menentangnya saat dia memakan Shaidul Hurum (binatang yang berada di
area tanah Haram—penerj) di mana
(sebagai bentuk ketidaksukaannya) Usman mengibaskan kedua tangannya, kemudian berdiri seraya berkata, "Mengapa kamu tidak membiarkan kami memakannya?”[17]
(Itu dilakukannya), meski dalam
setiap kasus yang terjadi, pentingnya syariat menuntut
diberlakukannya kekuatan dalam hal apabila
dia adalah orang yang memiliki pemikiran yang benar.
Ketenangan ini sendiri telah
dinampakkan Usman pada semua wudhu serta semua pendapat-pendapat yang
dipaparkannya seputar wudhu. Kemudian, mulailah dia memusatkan pemikiran dengan
tenang dan menggunakan istilah "siapa saja menjadikan wudhunya lebih baik", "menyuruh para budaknya
mengambilkan air wudhu," dan lain-lain,
sebagaimana telah dan akan Anda ketahui.
Usman juga tidak meminta
pertolongan dan tidak berteriak-teriak memohon bantuan dari kaum muslimin,
bahkan yang terjadi malah sebaliknya.
Sebagian kaum muslimin meneriaki sebagian yang lain agar mengambil tindakan
atas hal-hal baru yang diciptakan Usman bin Affan hingga mereka membunuhnya. Seandainya
“orang-orang yang selalu berbicara tentang hadis-hadis Rasulullah Saw" itu
adalah penyebab utama munculnya perbedaan, tentu kaum muslimin dan para perawi
hadis akan menolak mereka, dengan alasan
kecintaan terhadap agama. Dan (tidak hanya itu), mereka juga akan
memberikan penjelasan tentang hal tersebut kepada semua orang. Mereka tentu
akan membebas tugaskan khalifah dan memberontak terhadapnya, sebagaimana kita
lihat dalam kasus ponolakan (sebagian
kelompok kaum muslimin) untuk
menyerahkan zakat, serta sikap yang diambil oleh para sahabat dalam
rangka menyebarluaskan apa-apa yang telah mereka dengar dari Rasulullah saw berkenaan orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat, sanksi bagi mereka yang tidak mau mengeluarkan zakat, dan
tentang wajibnya mengeluarkan zakat.
Di sisi lain, kita dapat melihat
tanda-tanda yang berlawanan dengan apa yang diasumsikan; tanda-tanda itu menunjukkan kepada kita bahwa
sebenarnya orang pertama yang memunculkan
perbedaan adalah khalifah Usman sendiri, dan tanda-tanda itu adalah:
1. Usman tak menjelaskan nama-nama penentangnya, meski
seorang pun. Ini menunjukkan ketakutannya akan suatu hal.
2. Sebagaimana telah kita sebutkan,
dia tidak menuduh mereka berbohong dan melakukan bid’ah, tetapi hanya menyebut
mereka sebagai orang-orang yang meriwayatkan hadis dari Rasulullah saw,
kemudian berpura-pura tidak mengenal mereka
dan tidak tahu hadis-hadis yang
mereka bawakan.
3. Kita tidak menemukan pembelaan-pembelaan tentang wudhu ala Usman ini, bahkan dari kalangan sahabat-sahabat dekat
Usman sendiri - seperti Marwan bin Hakam, Mughirah bin Syu'bah, dan Zaid bin
Tsabit. Karena sesungguhnya mereka sama sekali tidak mendukungnya, padahal
sebagian di antara mereka ada yang membelanya pada saat terjadinya peristiwa
pemberontakan di depan rumahnya.
4.
Usman bin Affan menggunakan cara-cara yang tidak wajar
dalam pendeklarasian wudhu barunya; cara-cara tersebut dapat mengokohkan
pendiriannya dalam sikapnya sebagai seorang yang tertuduh, yang ingin menyampaikan sesuatu yang baru. Ini terangkum dalam beberapa poin berikut:
A. Usman membekali para budaknya
untuk menyebarkan pemikirannya seputar
wudhu, Himran bin Darah, misalnya. Padahal, Himran sebelumnya adalah seorang Yahudi yang berasal Sabyi
'Aini al-T'amr[18] dan
memeluk Islam pada tahun ketiga dari masa
kekhilafahan Usman bin Affan. Ini menunjukkan bahwa
kutipan Himran dari Usman tentang wudhu muncul
belakangan. Tentu ini menjadi salah satu bukti yang menguatkan bahwa munculnya wudhu baru Usman itu terjadi pada enam tahum terakhir dari masa pemerintahannya, sama persis
dengan semua pendapat dan ijtihad-nya
yang ditentang
kaum muslimin. Dan inilah yang membuat Imam Ali berkata tentangnya:
"Sehingga perbuatannya telah
menibunuhnya.”[19]
B.
Meski karena alasan yang sangat sepele. Usman memulai pengajaran
wudhunya secara sukarela dan tanpa ada yang bertanya, seperti bergegasnya dia
dalam mengajarkan wudhunya kepada Ibnu Darah,
begitu dia mendengar suara kumurkumurnya.[20] Juga,
duduknya dia di tempat wudhu
dan memaparkan wudhu barunya (membasuh kedua kaki).[21]
Ungkapan, "Aku ingin
menunjukkannya kepadamu,”[22] membuktikan kesukarelaan
dan keterburu-buruan. Ungkapan ini juga pernah digunakan Muawiyah dalam masalah
wudhu
ghasli
dimana
dia menambah usapan kepada dengan segenggam air, sehingga air tersebut mengalir
atau hampir mengalir dari kepalanya. Dengan perbuatannya itu, dia ingin menunjukkan kepada orang-orang cara wudhu Rasulullah
Saw.[23]
Ungkapan
yang sama seputar masalah wudhu juga telah dinisbatkan kepada
Barra' bin ’Azib.[24]
Sementara itu, kebanyakan riwayat yang berbicara tentang wudhu mashi
jauh dari kesukarelaan (dalam memberikan penjelasan-penerj) yang dibalik perbuatan itu terpendam maksud-maksud tertentu!
C.
Usaha Usman menarik kesaksian sekelompok sahabat atas benarnya
wudhu (yang diajarkannya) itu ditujukan untuk mendapatkan legalitas serta
jumlah pendukung sebanyak mungkin untuk mendukung wudhu baru itu. Riwayat itu
mengatakan bahwa Usman selalu bertanya, "Bukankah demikian, wahai fulan?”
Orang
itu menjawab, "Ya"
Kemudian
dia bertanya, "Bukankah demikian, wahai fulan?”
Orang
itu menjawab, “Ya"
Hingga banyak dari kalangan
sahabat Rasulullah Saw yang memberikan kesaksian (sebagaimana dikehendaki Usman—penerj).
Kemudian Usman berkata:
“Alhamdulillah, kalian semua telah sependapat denganku dalam perkara ini.”[25]
Bahkan dalam sebagian
riwayat ada yang mengklaim–sebagaimana telah
kami katakan - bahwa Usman meminta kesaksian dari Thalhah, Zubair, Ali
dan Sa’ad bin Abi Waqqash, dan mereka pun memberikan kesaksian kepada Usman.[26]
Ini dilakukan dalam kondisi saat
para sahabat Nabi saw tidak perlu belajar berwudhu, karena masalah tersebut sangat jelas bagi mereka. Apalagi orang-orang
tersebut adalah para penentang Usman dalam hal fikih–dan sebagian menentangnya
dalam masalah wudhu. Bagaimana mungkin mereka memberikan kesaksian yang
menguntungkan Usman? Semua hadis ini menunjukkan kuatnya arus perlawanan yang
dilancarkan oleh pihak ahli hadis dan lemahnya posisi Usman dalam (mempertahankan) wudhu barunya.
D. Usman menyisipkan tiga wudhu
basuhannya dengan kata-kata yang diklaim berasal dari Rasulullah saw, agar
(dengan begitu)–menurut pandangan al-ra'yu dan istihsan - dia dapat
berpindah dari kata-kata yang diklaim berasal dari Rasulullah saw itu kepada penetapan wudhu barunya.
Dengan kata lain, dia berpindah dari
sesuatu yang jelas kepada pembuktian sesuatu
yang tidak jelas. Kadang kala, dia menyisipkan kata-kata seperti:
“Barang
siapa berwudhu dan memperbaiki wudhunya,
kemudian shalat dua rakaat, maka dia akan bersih dari semua dosa-dosanya, sama seperti tatkala dia dilahirkan
oleh ibunya.”[27]
Dan terkadang dia berkata:
“Barang siapa berwudhu dan benar-benar bersih, maka dosa-dosanya di masa lampau akan
terampuni.”[28]
Dan yang mengejutkan kita semua
ucapannya yang ketiga, di mana dia berkata:
"Demi
Allah, aku akan menyampaikan sebuah hadis kepada kalian, yang kalau bukan karena
satu ayat yang tertera di dalam al-Quran, sudah tentu aku tak akan menyampaikan
hadis itu kepada kalian… Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seseorang, berwudhu dan baik wudhunya (itu), kemudian shalat, melainkan dosanya akan terampuni di antara wudhu dan
shalat yang dikerjakannya.”
Urwah berkata, "Ayat yang
dimaksud adalah:
“Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk... sampai pada ayat, “orang-orang yang melaknat."[29]
Apakah wudhu
serta memperbaiki wudhu itu meniscayakan ketakutan kalau bukan karena sebuah ayat yang ada dalam al-Quran? Walau pun berpuluh-puluh sahabat telah meriwayatkan kandungan riwayat tentang disunahkannya memperbaiki
wudhu ini dari Rasulullah saw! Nanti akan menjadi jelas bagi Anda bahwa menurut
Ummul Mukminin Aisyah dan Abu Hurairah,
Bani Umayyah telah mengeksploitasi pengertian
ihsan dalam wudhu dan mengaitkannya dengan
Isbagh al-Wudhu (menyempurnakan
wudhu) serta mengaitkannya dengan sabda Nabi,
“Wailun Lil A’qabi Minannar.”
Kemudian, dari hadis tersebut mereka menyimpulkan dengan
membasuh (kedua kaki), bukan dengan makna lain, di mana mereka telah menginterpretasikan
al-Isbagh dengan anggota-anggota wudhu
masing-masing sebanyak tiga kali, sebagaimana mereka telah menafsirkan,
Wailun Lil Aqabi Minannar dengan membasuh kedua kaki.
E.
Tawa dan senyum Usman tatkala berwudhu, yang seringkali dilakukan
ketika orang-orang membawakan air wudhu untuknya, kemudijm berkata, "Tidakkah
kalian bertanya kepadaku mengapa aku tertawa?" Kemudian, terkadang, dia
membawa alasan bahwa dia pernah melihat Rasulullah saw berwudhu seperti
wudhunya.[30]
Kadangkala, dia membawa alasan
bahwa hal itu menyebabkan terampuninya dosa-dosa serta menghapus semua kesalahan orang yang berwudhu.[31] Terkadang, dengan membawa alasan bahwa hal itu menyebabkan terampuninya dosa-dosa orang yang
berwudhu seperti wudhunya setelah
mengerjakan shalatnya.[32]
Dan yang keempat,
terkadang dia tertawa dan sahabat-sahabatnya bertanya tentang rahasia di balik
tawanya itu, yang kemudian dijawabnya, bahwa dia pernah melihat Rasulullah saw
– yang saat itu berada di
dekatnya—tertawa dalam berwudhu, dan sahabat-sahabat beliau bertanya tentang rahasia di balik
tawa itu.[33] Juga, adakalanya dia
menyebutkan alasan-alasan tawanya dengan kata-kata, seperti wudhu dengan membasuh
kedua kaki, dan terkadang menyebutkan bahwa wudhu
dengan membasuh kedua kaki sambil tertawa,
ditambah shalat, dapat menyebabkan diampuninya dosa-dosa.
Semua bukti-bukti itu
menunjukkan bahwa Usman ingin menambahkan sesuatu pada apa yang telah
disabdakan Rasulullah saw dengan berbagai alasan. Kalau tidak, mengapa senyuman
dan tawa yang begitu banyak ini tidak dinukil dari orang selainnya, ketika
mereka meriwayatkan tentang wudhu mashi? Dan mengapa pada selain ajaran
itu dia tidak tertawa?
F. Seluruh wudhu ala Usman
ini menekankan pada tiga basuhan; tidak ada satu riwayat pun darinya dalam
persoalan wudhu yang menjelaskan satu atau dua kali basuhan, meski banyak riwayat tentang hal ini dari Umar, Ali, Ibnu Abbas,
Jabir dan lain-lain.
Apakah hal itu dikarenakan
Usman memandang bahwa sekali atau dua kali
basuhan itu tidak sah? Ataukah tiga basuhan itu mengandung perkara baru? Yaitu, penekanan pada wudhu
dengan tiga basuhan yang baru saja dicetuskan dan dianggap bahwa itulah satu-satunya
makna isbagh - yang dikemudian
hari dikembangkan oleh Usman sehingga dia membasuh kedua kakinya, dan
dikembangkan (pula) oleh Muawiyah sehingga dia membasuh kepalanya - yang dengan begitu dalam empat mazhab
tidak akan ada hukum tentang mengusap, baik kepala maupun kedua kaki. Ini
dikarenakan mereka telah memperbolehkan membasuh sebagai ganti mengusap.[34]
Dan yang dapat mendukung
apa yang telah kita katakan adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Amr bin
Ash bahwa—setelah melakukan wudhu dengan
tiga basuhan, Rasulullah saw bersabda, ”Barang siapa menambah atau mengurangi apa yang kulakukan, maka dia
telah berbuat keburukan dan kezaliman.”[35]
Logiskah orang yang
berwudhu dengan hanya membasuh satu atau dua kali basuhan diklaim telah berbuat
keburukan dan kezaliman, meski wudhu itu pernah dilakukan Rasulullah saw dan para sahabat besar?
Tampaknya, Usman
dan para pengikutnva hanya ingin menekankan
pada tiga kali basuhan dan
menganggapnya sebagai satu-satunva makna
dari kata isbagh. I
G. Dalam wudhu ala
Usman ini terkandung tanda-tanda yang mengarah kepada adanya pembaharuan
serta sikap melampaui batas dalam hal wudhu yang telah dilakukannya.
Di antara tanda-tanda tersebut
adalah:
1. Dia
berkata, "Aku melihat Nabi berwudhu seperti
wudhku.”[36] Dia juga
berkata, "Aku melihat Rasulullah saw berwudhu seperti wudhuku
ini.”[37] Dan Anda tidak menemukan dia berkata seperti ini, "Aku berwudhu sebagaimana aku pernah melihat Rasulullah
saw berwudhu." Atau, "Aku berwudhu seperti wudhu Rasulullah
saw."
Kata-kata ini
mengemukakan isyarat personal tentang dijadikannya wudhu orang ini
sebagai neraca dan tolok-ukur.
2. Dibatasinya pengampunan
atas dosa hanya dalam wudhu dengan tiga
basuhan
terutama tidak dinukilkannya wudhu
dengan satu atau dua basuhan, meski (wudhu seperti
ini) telah dilakukan oleh banyak sahabat
dan tabi'in—mengisyaratkan bahwa hal itu dilakukan Usman tiada
lain untuk membangun fondasi wudhu tiga basuhan.
3. Adanya kata-kata,
"Sedikitpun tidak berbicara dengan dirinya,"[38] dalam seluruh wudhunya, yang
mungkin dianggap bahwa kata-kata itu untuk membersihkan diri serta menjauhkan
keragu-raguan dirinya, adalah
hal yang berlebih-lebihan dalmr menyempurnakan legalitas wudhunya.
4. Diamnya Usman pada saat berwudhu mengesankan
adanya rasa takut yang mencekam serta kesucian pada dirinya, sampai-sampai pada saat berwudhu dia tidak
menjawab salam seorang muslim; dengan alasan bahwa hal itu dilakukam karena sebuah hadis yang diriwayatkan dari
Rasulullah saw yang menyebutkan bahwa siapa saja yang berwudhu dan ber-tasyahhud
serta tidak berbicara di antara keduanya,
niscaya dosanya akan diampuni diantara dua wudhunya. Meskipun menjawab salam itu wajib hukumnya dan ini
berbeda dengan semua pendapat ‑ tentunya
kalau hadis yang diriwayatkan oleh Usman itu benar adanya.[39]
Semua dalil dan bukti di atas membuat kita yakin bahwa Usmanlah orang pertama yang memulai terjadinya perbedaan, dan yang membuat wudhu baru dengan tiga basuhan.[]
[1] Usman selalu menekankan
makna ini—yang meriwayatkannya adalah Himran Thuwaida, seorang Yahudi yang menjadi budak Usman—dalam Sunan ad-Darimi jil. I, hal. 176. Sunan
al-Baihaqi, jil. I, hal. 53, 56, dan 58, menyebutkan, "Man Tawadhdha'a Nahwa Wudhui Hadza (Barangsiapa
berwudu seperti wudhuku ini).” Dalam Bukhari,
jil. I, hal. 51 disebutkan, "Man Yatawadhdha'a Nahwa
Wudhui Hadza." Dan dalam kitab Sunan Abu Daud, jil. I, hal.
106, disebutkan, "Man Tawadhdha'a Mitsla Wudhui Hadza." Serta dalam
Sunan al-Daru Quthni, jil. I, hal. 183, hadis ke-14.
[2] Shahih Muslim, jil. I, hal. 207, hadis
ke-8.
[3]
[4] Sunan al-Baihaqi, jil. I, hal. 62-63.
[7] Shahih Muslim, jil. I, hal. 206, hadis ke-6; Surat al- Baqarah:159.
[8] Kanz
al-Ummal, IX, hal. 424, hadis ke-26800.
[9] Kanz
al-Ummal, IX, hal. 436, hadis ke-26863.
[10] Kanz
al-Ummal, IX, hal. 442, hadis ke-26886.
[11] Sunan al-Daruquthni, jil. I, hal. 96.
[12] Kanz
al-Ummal, jil. IX, hal. 443 hadis ke-26888.
[13] Dialah sahabat yang sering bertanya tentang ayat-ayat mutasyabihat dalam al-Quran, seperti az-Dzariyat, alMursalat, dan an-Nazi'at. Umar memukul kepalanya hingga berdarah, mencambuknya dun ratus kali, mengikatnya di atas pelana onta, mengasingkannya ke Bashrah, tak memenuhi hak-haknya, melarang orang-orang berkumpul dengannya. Dan jadilah dia hina setelah mulia. Lihat:
Masailul Imam
Ahmad, jil.
I, hal. 478 hadis ke-81.
Al-Ishabah, jil. II, hal.
198-199.
Sunan al-Darimi, jil. I, hal. 54-55.
Nashb al-Rayah, jil. IV, hal. 118.
Ad-Durrul Mantsur, jil. II, hal. 7.
Fath al-Qadir, jil. I, hal. 319; dan
Tarikh Dimasyq, jil. XXIII, hal. 411.
[14] Lihat:
Tarikh al-Thabari, jil. IV, hal. 251, 284, 318, 198.
Al-Kamil fi al-Tarikh, jil. III, hal. 87, 115,
137, 181.
A1-Muntazhim, jil. III, hal. 360.
Al-Bidayah
wa al-Nihayah, jil. VII, hal. 173, 224.
Ansabul Asyraf, jil. V, hal. 48.
Syarah Nahjul Balaghah, jil. III, hal. 47, 49, 50, 54.
[15]
Lhat: Ansabul Asyraf, jil. V, hal. 55.
[16] Lihatlah
sanggahan para sahabat terhadap klaim-klaim serta alasan-alasan Usman
berkenaan dengan itmam (menyempurnakan
dan tidak meng-qashar) shalat
di Mina, serta pada akhimya ucapannya
kepada mereka, "Ini adalah hasil ijtihad-ku." Lihat: Ansabul
Asyraf, jil. V, hal. 39 dan Tarikh Thabari, jil. IV, hal.
268.
Tahdzibul Kamal, jil. VII, hal. 303:
Tarikh
al-Islam (Dzahabi),
hal. 395;
Mukhtashar Tarikh Dimasyq, jil. VII,
hal. 253;
[19] Nahjul Balaghah, jil. I, hal. 35, khutbah
ke-3.
Wafayat al-A'yan, jil. IV, hal. 181;
Tarikh Baghdad, jil. V, hal. 332;
Tarikh Thabari, jil. III, hal.
315;
Al-Akhbar
al-Thiwal, hal.
112;
Mu Jamul Buldan, jil. V, hal. 301;
dan
Al-Ma 'arif (Ibnu Qutaibah),
hal. 248.
[20] Sunan al-Baihaqi, jil. I, hal. 62-63.
[21] Sunan Daruquihni, jil. I, hal. 11 dan hal 91 hadis ke 4.
[22] Ibid,
I, hal. 91 hadis ke-4 dan hal 13 hadis ke-8.
[23] Lihat:
Musnad Ahmad, jil. IV, hal. 94.
[24] Musnad Ahmad, jil. IV, hal. 288. Dalam
kitab in; disebutkan bahwa Barra' berkata kepada mereka, "Berkumpullah kalian semua, karena aku ingin
tunjukkam kepada kalian bagaimana Rasulullah saw berwudu... Maka berkumpullah suku dan keluarganya dan dia
pun minta diambilkan air wudu..."
[25] Kanz al-Ummal, jil. IX, hal. 41 hadis ke-26883 dari Daruquthni, jil. I, hal. 85 hadis ke-9, dan lihat:
Musnad Ahmad, jil. I, hal. 57 dan
jilid I, hal. 67-68.
Kanz al-Ummal, jil. IX, hal. 441 hadis
ke-26883.
Dan Anda
mengetahui bahwa di dalam dua hadis yang baru disebutkan, tepatnya di nomor 3
dan 5, orang-orang yang memberikan kesaksian kepada Usman itu adalah
sahabat-sahabat Usman sendiri yang menebar ijtihad-ijtihad-nya, bukan
sahabat-sahabat Rasulullah saw.
[26] Lihat: Kanz
al-Ummal, jil. IX, hal. 447 hadis ke-26907. Ini diriwayatkan oleh Abu Nadhr
Salim bin Abi Umayyah, dia sendiri tak mendengar langsung riwayat ini dari
Usman, tetapi dia meriwayatkannya secara mursal, sebagaimana hal ini telah
ditegaskan oleh Ibnu Abi Hatim, al-Haitsami, dan Daruquthni. Lihat:
Tahdzib
al-Tahdzib, jil. III, hal. 432.
Majma’ al-Zawaid,
jil. I, hal. 229; dan
‘Ilal
al-Daruquthni, jil. III, hal. 17.
Tampaknya hadis palsu ini dibuat sebagai bentuk
khidmadnya Usman bin Affan dan Bani Umayyah.
[27] Kanz al-Ummal, jil. IX, hal. 447 hadis ke-26907.
[28] Ibid, jil. IX, hal. 424 hadis ke-26800.
[29] Shahih
Muslim, jil. I, hal.
206 hadis ke-6. al-Baqarah:159
[30] Lihat:
Kanz al-Ummal, jil. IX, hal. 436 hadis ke-26863.
[31]
Lihat; Kanz al-Ummal 9; 442 / hadis 26886. dan Musnad Ahmad 1; 58
dan 61.
[32] Kanz
al-Ummal, jil. IX, hal. 439 hadis ke-26872.
[33] Diriwayatkan
dari Himran bahwa dia berkata, "Ketika itu aku berada di tempat
Usman. Kemudian dia minta diambilkan air wudu. Selesai berwudu, dia berkata,
“Rasulullah Saw berwudu seperti wuduku.” Lalu dia tersenyum seraya berkata,
“Tahukah kalian apa yang membuatku tertawa?” Kami semua menjawab, “Hanya Allah dan Rasul-Nya yang tahu.”
Dia berkata,
“Sesungguhnya hamba muslim… (Kanz al-Ummal, jil. IX, hal. 439 hadis
ke-26872).
Anda tentu tahu bahwa
Usman telah membuat-buat senyuman itu dan menyandarkannya kepada Rasulullah Saw untuk mengabsahkan
perbuatannya, yaitu berwudu ambil tertawa.
[34] Sebagai
contoh, lihat: al-Fiqh alal Mazhahib al-Arba'ah (al-Jaziri), jil. I,
hal. 57-62.
[35] Sunan
Abi Daud, jil. I, hal. 33 hadis ke-135.
Sunan al-Baihaqi, jil. I, hal. 79.
Sunan
Ibnu Majah, jil. I, hal. 146 hadis ke-422; dan
lihat juga
komentar Suyuthi di seputar hadis ini dalam Hamish al-Nasa’i, jil. I,
hal. 88.
[36] Shahih
Bukhari 1; 51, Sunan Abi Daud 1;
106, Sunan al-Baihaqi 1; 48, Sunan al-Nasal 1; 64 dan 65, Sunan ad-Daruquthni 1; 83 / hadis 14,
Shahih Muslim 1; 205.
[37] Sunan al-Nasai 1; 65, Sunan al-Baihaqi 1; 48.
[38] Di dalam kitab Sunan al-Nasa’i (al-Mujtaba) 1; 65, Sunan al-Baihaqi 1; 48 disebutkan; diriwayatkan dari Himran bahwa ia melihat Usman berwudu dengan cara wudhu barunya kemudian ia berkata; "Aku melihat Rasulullah saw berwudu seperti wudhuku ini", kemudian Usman berkata; "Barangsiapa yang berwudu seperti wuduku in kemudian beranjak untuk bersembahyang dua raka’at (dimana antara wudhu dan shalatnya itu) sedikit pun ia tidak berbicara dengan dirinya, niscaya Allah akan mengampuni dosanya dimasa lampau". Dan lihat ucapan Usman ini di dalam kitab Sunan al-Darimi 1; 176.
[39] Lihat: Kanz al-Ummal 9; 442 / hadis
26887, 26885 dan 26888, dan Sunan al-Daruquthni 1; 92 / hadis 5.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar